JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid mengatakan bahwa kebangkitan nasional Indonesia dimulai dengan kepedulian pada masalah pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia diiringi dengan upaya menghidupkan ekonomi yang mandiri. Kebangkitan nasional ini merupakan hasil kerja bersama dengan kebersamaan dari seluruh elemen bangsa.
"Kebangkitan nasional Indonesia adalah hasil dari kebersamaan," kata Hidayat Nur Wahid ketika menjadi pembicara utama dalam seminar nasional kebangsaan bertema "Pendidikan Pilar Kekuatan Bangsa" di Kampus Bina Sarana Informatika (BSI) Kalimalang, Jakarta, Sabtu (20/5). Seminar memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional menghadirkan narasumber Sandiaga Uno, Adyaksa Dault, Mochammad Wahyudi.
Hidayat Nur Wahid mengungkapkan Kebangkitan Nasional Indonesia dengan lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 ketika mahasiswa Stovia menyadari tentang pentingnya kualitas sumber daya manusia sehingga mengubah dari perjuangan fisik menjadi perjuangan melalui jalur pendidikan. "Sebelumnya kebangkitan nasional melalui jalur pendidikan telah dirintis organisasi Jamiatul Khair pada 1901 dan melalui kebangkitan ekonomi dengan didirikannya Serikat Dagang Islam oleh H. Samanhudi pada tahun 1904," jelasnya.
Kebangkitan nasional Indonesia, lanjut Hidayat, merupakan kontribusi berkelanjutan mulai dari tahun 1908, kemudian Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Pancasila, UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. "Kebangkitan nasional Indonesia adalah kebersamaan. Kebersamaan yang menghasilkan kesepakatan Proklamasi, Pancasila, UUD 1945. Kebersamaan ini perlu diapresiasi," paparnya.
Hidayat menambahkan peran penting kaum terdidik dan terpelajar seperti Bung Karno, Muhammad Natsir, serta anggota BPUPKI yang telah menyepakati Pancasila, UUD 1945. Pada masa kini, peran kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus perlu dimunculkan kembali seperti pada masa lalu. "Kita perlu menghadirkan kembali kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus untuk kebangkitan kembali Indonesia," ujarnya.
Namun Hidayat mengakui menghadirkan kaum terdidik dan terpelajar bukan perkara mudah. "Pertama, perlu keterlibatan negara. Contohnya dalam kepentingan pendidikan, pasal 31 ayat 4 yang menyebutkan negara memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD, untuk pendidikan nasional," imbuhnya.
Kedua, pendidikan yang memperkuat sila pertama Pancasila, yaitu manusia Indonesia yang unggul sekaligus memiliki moralitas yang tinggi, akhlak yang mulia, negarawan sehingga memberi harapan Indonesia yang lebih baik,pungkasnya.(Red/Rhs)
"Kebangkitan nasional Indonesia adalah hasil dari kebersamaan," kata Hidayat Nur Wahid ketika menjadi pembicara utama dalam seminar nasional kebangsaan bertema "Pendidikan Pilar Kekuatan Bangsa" di Kampus Bina Sarana Informatika (BSI) Kalimalang, Jakarta, Sabtu (20/5). Seminar memperingati Hari Pendidikan Nasional dan Hari Kebangkitan Nasional menghadirkan narasumber Sandiaga Uno, Adyaksa Dault, Mochammad Wahyudi.
Hidayat Nur Wahid mengungkapkan Kebangkitan Nasional Indonesia dengan lahirnya Budi Utomo pada 20 Mei 1908 ketika mahasiswa Stovia menyadari tentang pentingnya kualitas sumber daya manusia sehingga mengubah dari perjuangan fisik menjadi perjuangan melalui jalur pendidikan. "Sebelumnya kebangkitan nasional melalui jalur pendidikan telah dirintis organisasi Jamiatul Khair pada 1901 dan melalui kebangkitan ekonomi dengan didirikannya Serikat Dagang Islam oleh H. Samanhudi pada tahun 1904," jelasnya.
Kebangkitan nasional Indonesia, lanjut Hidayat, merupakan kontribusi berkelanjutan mulai dari tahun 1908, kemudian Sumpah Pemuda 1928, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, Pancasila, UUD 1945 pada 18 Agustus 1945. "Kebangkitan nasional Indonesia adalah kebersamaan. Kebersamaan yang menghasilkan kesepakatan Proklamasi, Pancasila, UUD 1945. Kebersamaan ini perlu diapresiasi," paparnya.
Hidayat menambahkan peran penting kaum terdidik dan terpelajar seperti Bung Karno, Muhammad Natsir, serta anggota BPUPKI yang telah menyepakati Pancasila, UUD 1945. Pada masa kini, peran kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus perlu dimunculkan kembali seperti pada masa lalu. "Kita perlu menghadirkan kembali kaum terdidik, terpelajar, dan masyarakat kampus untuk kebangkitan kembali Indonesia," ujarnya.
Namun Hidayat mengakui menghadirkan kaum terdidik dan terpelajar bukan perkara mudah. "Pertama, perlu keterlibatan negara. Contohnya dalam kepentingan pendidikan, pasal 31 ayat 4 yang menyebutkan negara memprioritaskan sekurang-kurangnya 20% dari APBN dan APBD, untuk pendidikan nasional," imbuhnya.
Kedua, pendidikan yang memperkuat sila pertama Pancasila, yaitu manusia Indonesia yang unggul sekaligus memiliki moralitas yang tinggi, akhlak yang mulia, negarawan sehingga memberi harapan Indonesia yang lebih baik,pungkasnya.(Red/Rhs)