JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Komisi V DPR RI prihatin dan menyesalkan terulangnya kecelakaan maut di kawasan puncak, Minggu (30/4). Komisi yang membidangi transportasi ini mendesak pemerintah dan pemerintah daerah menyetop operasional bus-bus yang tidak laik jalan.
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menyusul terjadinya Kecelakaan maut di jalur puncak yang melibatkan sejumlah kendaraan dan menewaskan 13 orang. Sigit mengatakan pengawasan Kemenhub dan Dinas Perhubungan terhadap kelaikan jalan kendaraan sangat lemah sehingga banyak bus-bus tidak laik jalan tetap beroperasi dan membahayakan keselamatan penumpang.
“Dugaan sementara penyebab kecelakaan maut ini adalah rem bus yang blong. Ini menunjukan bahwa bus ini dalam kondisi tidak laik jalan. Tapi tetap dipaksakan dan akhirnya berujung maut. Karena itu, sekali lagi kami menghimbau pemerintah dan pemerintah daerah serta aparat yang memiliki kewenangan untuk menguji kelaikan untuk lebih peduli Jangan masalah uji kelaikan hanya dijadikan formalitas saja,” kata Sigit di Jakarta..
Sigit menegaskan, berdasarkan pasal 48 UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Dan salah satu tolok ukur kelaikan jalan kendaraan bermotor, kata Sigit, adalah sistem rem berfungsi dengan baik.
“Bagaimana kendaraan bermotor bisa dikatakan laik jalan kalau remnya blong? Padahal UU LLAJ sudah secara tegas menyebutkan kendaraan dikatakan laik jalan apabila kendaraan tersebut memenuhi 11 kinerja minimal kendaraan seperti rem berfungsi baik, akurasi pengukur kecepatan, kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban, dan kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan,” jelas wakil rakyat PKS dari Surabaya-Sidoarjo ini.
Untuk itu, Sigit mendesak pemerintah dan aparat terkait menegakan implementasi UU LLAJ dengan menyetop operasional kendaraan umum yang tidak laik jalan. Menurut Sigit, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk tidak membiarkan bus-bus tidak laik jalan berkeliaran di jalan raya dan bebas menaikan penumpang.
Dalam kesempatan itu, Sigit juga meminta Bus Pariwisata Kitrans B 7058 BG untuk bertanggung jawab terhadap semua korban kecelakaan.
“Pasal 188, 234 dan 235 UU LLAJ sudah mengatur mengenai kewajiban perusahaan angkutan umum dan pengemudi untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan. Jadi, tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban yang meninggal. Apalagi, UU LLAJ juga sudah mewajibkan setiap perusahaan angkutan umum untuk ikut asuransi,” kata Sigit.
Berdasarkan pasal 234 dan 235 UU LLAJ, Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi. Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas,Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahliwaris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.(Red/.Hfa)
Hal itu disampaikan Wakil Ketua Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo menyusul terjadinya Kecelakaan maut di jalur puncak yang melibatkan sejumlah kendaraan dan menewaskan 13 orang. Sigit mengatakan pengawasan Kemenhub dan Dinas Perhubungan terhadap kelaikan jalan kendaraan sangat lemah sehingga banyak bus-bus tidak laik jalan tetap beroperasi dan membahayakan keselamatan penumpang.
“Dugaan sementara penyebab kecelakaan maut ini adalah rem bus yang blong. Ini menunjukan bahwa bus ini dalam kondisi tidak laik jalan. Tapi tetap dipaksakan dan akhirnya berujung maut. Karena itu, sekali lagi kami menghimbau pemerintah dan pemerintah daerah serta aparat yang memiliki kewenangan untuk menguji kelaikan untuk lebih peduli Jangan masalah uji kelaikan hanya dijadikan formalitas saja,” kata Sigit di Jakarta..
Sigit menegaskan, berdasarkan pasal 48 UU No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), setiap Kendaraan Bermotor yang dioperasikan di Jalan harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Dan salah satu tolok ukur kelaikan jalan kendaraan bermotor, kata Sigit, adalah sistem rem berfungsi dengan baik.
“Bagaimana kendaraan bermotor bisa dikatakan laik jalan kalau remnya blong? Padahal UU LLAJ sudah secara tegas menyebutkan kendaraan dikatakan laik jalan apabila kendaraan tersebut memenuhi 11 kinerja minimal kendaraan seperti rem berfungsi baik, akurasi pengukur kecepatan, kesesuaian kinerja roda dan kondisi ban, dan kesesuaian daya mesin penggerak terhadap berat Kendaraan,” jelas wakil rakyat PKS dari Surabaya-Sidoarjo ini.
Untuk itu, Sigit mendesak pemerintah dan aparat terkait menegakan implementasi UU LLAJ dengan menyetop operasional kendaraan umum yang tidak laik jalan. Menurut Sigit, sudah menjadi tanggung jawab pemerintah untuk tidak membiarkan bus-bus tidak laik jalan berkeliaran di jalan raya dan bebas menaikan penumpang.
Dalam kesempatan itu, Sigit juga meminta Bus Pariwisata Kitrans B 7058 BG untuk bertanggung jawab terhadap semua korban kecelakaan.
“Pasal 188, 234 dan 235 UU LLAJ sudah mengatur mengenai kewajiban perusahaan angkutan umum dan pengemudi untuk bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan. Jadi, tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban yang meninggal. Apalagi, UU LLAJ juga sudah mewajibkan setiap perusahaan angkutan umum untuk ikut asuransi,” kata Sigit.
Berdasarkan pasal 234 dan 235 UU LLAJ, Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi. Jika korban meninggal dunia akibat Kecelakaan Lalu Lintas,Pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada ahliwaris korban berupa biaya pengobatan dan/atau biaya pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.
Jika terjadi cedera terhadap badan atau kesehatan korban akibat Kecelakaan Lalu Lintas, pengemudi, pemilik, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana.(Red/.Hfa)