BANDUNG,LENTERAJABAR. COM - Badan Pengawas Pemilu Jabar meminta agar masalah kependudukan di Jawa Barat menjelang Pilkada Serentak 2018, segera dituntaskan. Bawaslu tak ingin ada penduduk musiman yang diragukan keabsahannya, hadir dalam Pilkada Serentak 2018 di Jabar.
”Di Jabar ini, banyak penduduk musiman. Contoh kejadian pada pilkada sebelumnya, ada 38.000 penduduk "siluman" yang namanya ada tetapi orangnya tidak ada. Bahkan kami mengindikasikan nanti masih ada 2-3 juta orang yang belum jelas status kependudukannya,” ujar Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto dalam pembukaan Pengenalan Kelembagaan Pengawas Pemilu di Hotel Savoy Homann Bidakara, Jalan Asia Afrika, Senin( 12 /6/ 2017).
Untuk mengantisipasi kehadiran penduduk siluman itu, Bawaslu telah bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jabar. ”Ini demi menegakan amanah undang-undang bahwa syarat kepemilihan itu berbasis KTP elektronik. Ke depan saya kira akan beres soal kependudukan. Ada waktu panjang (setahun kurang) untuk menyelesaikan masalah ini. Suket (surat keterangan) pun dikeluarkan setelah ada rekam syarat keluarnya KTP elektronik,” katanya.
Selain itu, Bawaslu pun akan mendorong tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2018 mendatang. Di antaranya melibatkan mahasiswa melalui Gerakan Sejuta Mahasiswa. ”Mahasiswa ini banyak tersebar di PTN dan PTS di Jabar. Di seluruh kabupaten dan kota ada kampus negeri dan swasta. Ini yang akan kami lakukan. Mahasiwa aktif untuk hadir dalam mengawasi pilkada, pilgub, pileg dan pilpres,” ucap dia.
Mahasiswa, kata Harminus, akan dilibatkan menjadi tenaga pengawas sesuai umurnya. ”Minimal pengawas TPS. Jadi, satu TPS bisa diawasi lebih dari satu pengawas. Gerakan sejuta mahasiswa akan digelorakan di Jabar dan akan bergerak, hadir mengawasi. Terutama (mencegah) politik uang. Kemudian tidak menggunakan isu SARA dalam memenangkan sebuah kepemiluan,” ucapnya.
”Di Jabar ini, banyak penduduk musiman. Contoh kejadian pada pilkada sebelumnya, ada 38.000 penduduk "siluman" yang namanya ada tetapi orangnya tidak ada. Bahkan kami mengindikasikan nanti masih ada 2-3 juta orang yang belum jelas status kependudukannya,” ujar Ketua Bawaslu Jabar Harminus Koto dalam pembukaan Pengenalan Kelembagaan Pengawas Pemilu di Hotel Savoy Homann Bidakara, Jalan Asia Afrika, Senin( 12 /6/ 2017).
Untuk mengantisipasi kehadiran penduduk siluman itu, Bawaslu telah bekerja sama dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Jabar. ”Ini demi menegakan amanah undang-undang bahwa syarat kepemilihan itu berbasis KTP elektronik. Ke depan saya kira akan beres soal kependudukan. Ada waktu panjang (setahun kurang) untuk menyelesaikan masalah ini. Suket (surat keterangan) pun dikeluarkan setelah ada rekam syarat keluarnya KTP elektronik,” katanya.
Selain itu, Bawaslu pun akan mendorong tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Serentak 2018 mendatang. Di antaranya melibatkan mahasiswa melalui Gerakan Sejuta Mahasiswa. ”Mahasiswa ini banyak tersebar di PTN dan PTS di Jabar. Di seluruh kabupaten dan kota ada kampus negeri dan swasta. Ini yang akan kami lakukan. Mahasiwa aktif untuk hadir dalam mengawasi pilkada, pilgub, pileg dan pilpres,” ucap dia.
Mahasiswa, kata Harminus, akan dilibatkan menjadi tenaga pengawas sesuai umurnya. ”Minimal pengawas TPS. Jadi, satu TPS bisa diawasi lebih dari satu pengawas. Gerakan sejuta mahasiswa akan digelorakan di Jabar dan akan bergerak, hadir mengawasi. Terutama (mencegah) politik uang. Kemudian tidak menggunakan isu SARA dalam memenangkan sebuah kepemiluan,” ucapnya.
Harminus menambahkan, saat ini tengah melakukan persiapan perekrutan SDM untuk membangun lembaga yang kuat terlebih dalam menghadapi pemilihan serentak. Bawaslu memandang, perekrutan anggota di tingkat kab/kota hingga TPS perlu dilakukan agar kelembagaannya kuat.
”Kalau becermin pada pemilu kemarin, bukan hanya persoalan pemilu tetapi penyelenggaraannya pun dipermasalahkan. Seperti keterlambatan lembaga. Itu terjadi ketika Bawaslu provinsi belum ada. Saat itu, pusat yang langsung merekrut sehingga pengawasan sulit. Makanya kami ini begitu terbuka dan diawasi oleh masyarakat,” ujarnya.
Dengan cara itu, Bawaslu membuka pintu seluas-luasnya terhadap warga untuk melibatkan diri. Dimulai dari perekrutan anggota yang dilakukan secara terbuka. Tentunya, harus sesuai dengan persyaratan undang-undang dan tetap mengawasi prosesnya.
”Untuk panwas, kami targetkan sebulan sebelum tahapan pemilu sudah terbentuk. Juni-Juli sudah berjalan, Agustus terbentuk. Ini sudah disampaikan kepada publik karena kami ingin lembaga pengawas yang kuat kinerjanya,” kata Harminus.
Dalam kesempatan itu, Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial pada mengatakan, pada Pemilihan wali kota Bandung 2018, pihaknya akan menghadirkan pemilu yang dapat diakses dan berkualitas. ”Kami sedang menyiapkan pilkada yang aksesibel dan bermakna. Kami sudah pastikan anggaran pilkada Rp 66 miliar dan dana pengawasan Rp 12 miliar. Kami pun berkoordinasi dengan aparat kecamatan, kelurahan, RW, dan RT untuk persiapan perubahan penyelenggaraan PPS dan PPK,” ucapnya.
Selain itu, pemkot bertekad meningkatkan partisipasi publik dalam pilwalkot nanti. Soalnya, partisipasi warga Kota Bandung mengalami penurunan pada pilwalkot sebelumnya. Pada Pilkada 2008, angka partisipasi mencapai 70 persen, lalu di 2013 turun menjadi 60 persen. Sementara pileg dan pilpres 2014 cenderung stabil yaitu 70 persen. Turun 4 persen dari tahun 2009.
”Oleh karena itu, saya berharap kita semua, mulai dari KPUD, Bawaslu, dan seluruh komponen Kota Bandung, berupaya sekuat tenaga agar tak turun lagi. Melalui SKPD terkait, kami terus mengadakan sosialisasi pada ormas dan LSM. Lalu, Dispora melakukan sosialisasi kepada OKP. Intinya, kami berkolaborasi dengan semua unsur agar angka partisipasi di Kota Bandung meningkat,” katanya.(Red)
”Kalau becermin pada pemilu kemarin, bukan hanya persoalan pemilu tetapi penyelenggaraannya pun dipermasalahkan. Seperti keterlambatan lembaga. Itu terjadi ketika Bawaslu provinsi belum ada. Saat itu, pusat yang langsung merekrut sehingga pengawasan sulit. Makanya kami ini begitu terbuka dan diawasi oleh masyarakat,” ujarnya.
Dengan cara itu, Bawaslu membuka pintu seluas-luasnya terhadap warga untuk melibatkan diri. Dimulai dari perekrutan anggota yang dilakukan secara terbuka. Tentunya, harus sesuai dengan persyaratan undang-undang dan tetap mengawasi prosesnya.
”Untuk panwas, kami targetkan sebulan sebelum tahapan pemilu sudah terbentuk. Juni-Juli sudah berjalan, Agustus terbentuk. Ini sudah disampaikan kepada publik karena kami ingin lembaga pengawas yang kuat kinerjanya,” kata Harminus.
Dalam kesempatan itu, Wakil Wali Kota Bandung Oded M Danial pada mengatakan, pada Pemilihan wali kota Bandung 2018, pihaknya akan menghadirkan pemilu yang dapat diakses dan berkualitas. ”Kami sedang menyiapkan pilkada yang aksesibel dan bermakna. Kami sudah pastikan anggaran pilkada Rp 66 miliar dan dana pengawasan Rp 12 miliar. Kami pun berkoordinasi dengan aparat kecamatan, kelurahan, RW, dan RT untuk persiapan perubahan penyelenggaraan PPS dan PPK,” ucapnya.
Selain itu, pemkot bertekad meningkatkan partisipasi publik dalam pilwalkot nanti. Soalnya, partisipasi warga Kota Bandung mengalami penurunan pada pilwalkot sebelumnya. Pada Pilkada 2008, angka partisipasi mencapai 70 persen, lalu di 2013 turun menjadi 60 persen. Sementara pileg dan pilpres 2014 cenderung stabil yaitu 70 persen. Turun 4 persen dari tahun 2009.
”Oleh karena itu, saya berharap kita semua, mulai dari KPUD, Bawaslu, dan seluruh komponen Kota Bandung, berupaya sekuat tenaga agar tak turun lagi. Melalui SKPD terkait, kami terus mengadakan sosialisasi pada ormas dan LSM. Lalu, Dispora melakukan sosialisasi kepada OKP. Intinya, kami berkolaborasi dengan semua unsur agar angka partisipasi di Kota Bandung meningkat,” katanya.(Red)