BENGKAYANG,LENTERAJABAR.COM - Tradisi Upacara adat Nyobeng Sebujit di Bengkayang, Kalimantan Barat (Kalbar), akan akan dilaksanakan 15-17 Juni 2017.
Ritual Nyobeng berpusat di Dusun Hlu Buei, Desa Sebujit, Kecamatan Siding. Nyobeng berasal dari kata Nibakng yang merupakan ritual adat ucapan syukur atas panen berlimpah dan juga ritual memandikan kepala hasil “ngayau” (memotong kepala musuh).
Ngayau merupakan tradisi perang dan mengambil kepala musuh untuk dibawa pulang ke desa sebagai bukti kemenangan. Sekarang, tradisi mengayau sudah tidak dilakukan lagi. Upacara yang cukup mengharukan itu berlangsung selama tiga hari.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bengkayang Made Putra Negara, Nyobeng tidak hanya upacara memandikan tengkorak para leluhur, tetapi ritual tersebut merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang diyakini masyarakat Dayak Bidayuh.
“Itu semua adalah warisan leluhur yang harus terus dipertahankan dan dikembangkan, karena budaya merupakan karakter bangsa kita,” kata Made Putra dikutip dari nttterkini.com, Rabu (14/6/2017).
Tradisi ini dimulai dengan ritual penyambutan, setelah itu tengkorak akan disimpan di atas bambu yang ada di sebelah balug (rumah adat yang kebanyakan berbentuk betang panjang), kemudian para pejuang akan memanjat bambu dengan posisi terbalik untuk menunjukkan kekuatan mereka.
Setelah itu, tengkorak akan disimpan di kotak kayu. Kotak kayu disimpan di atas bumbung balug. Kepala ini diyakini akan menjadi penjaga kampung serta harus dimandikan dan diberi sesaji sebagai bentuk penghormatan
“Inti ritual ini adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Tipaiakng dalam bahasa suku Dayak Bidayuh, berkat panen padi yang melimpah. Hal itulah yang merupakan tujuan sesungguhnya dari ritual Nyobeng itu sendiri,” kata Made.
Melalui rangkaian upacara Nyobeng, Made menjelaskan, akan dilihat nilai-nilai keyakinan penghormatan terhadap leluhur, menghargai perbedaan, solidaritas sosial, dan ketaatan terhadap aturan dan adat istiadat.
(Red)
Ritual Nyobeng berpusat di Dusun Hlu Buei, Desa Sebujit, Kecamatan Siding. Nyobeng berasal dari kata Nibakng yang merupakan ritual adat ucapan syukur atas panen berlimpah dan juga ritual memandikan kepala hasil “ngayau” (memotong kepala musuh).
Ngayau merupakan tradisi perang dan mengambil kepala musuh untuk dibawa pulang ke desa sebagai bukti kemenangan. Sekarang, tradisi mengayau sudah tidak dilakukan lagi. Upacara yang cukup mengharukan itu berlangsung selama tiga hari.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Bengkayang Made Putra Negara, Nyobeng tidak hanya upacara memandikan tengkorak para leluhur, tetapi ritual tersebut merupakan manifestasi dari nilai-nilai yang diyakini masyarakat Dayak Bidayuh.
“Itu semua adalah warisan leluhur yang harus terus dipertahankan dan dikembangkan, karena budaya merupakan karakter bangsa kita,” kata Made Putra dikutip dari nttterkini.com, Rabu (14/6/2017).
Tradisi ini dimulai dengan ritual penyambutan, setelah itu tengkorak akan disimpan di atas bambu yang ada di sebelah balug (rumah adat yang kebanyakan berbentuk betang panjang), kemudian para pejuang akan memanjat bambu dengan posisi terbalik untuk menunjukkan kekuatan mereka.
Setelah itu, tengkorak akan disimpan di kotak kayu. Kotak kayu disimpan di atas bumbung balug. Kepala ini diyakini akan menjadi penjaga kampung serta harus dimandikan dan diberi sesaji sebagai bentuk penghormatan
“Inti ritual ini adalah ucapan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atau Tipaiakng dalam bahasa suku Dayak Bidayuh, berkat panen padi yang melimpah. Hal itulah yang merupakan tujuan sesungguhnya dari ritual Nyobeng itu sendiri,” kata Made.
Melalui rangkaian upacara Nyobeng, Made menjelaskan, akan dilihat nilai-nilai keyakinan penghormatan terhadap leluhur, menghargai perbedaan, solidaritas sosial, dan ketaatan terhadap aturan dan adat istiadat.
(Red)