JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Ketua Fraksi PKS, Jazuli Juwaini, mengapresiasi pertemuan antara Presiden dan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa MUI (GNPF MUI) pada momen Idhul Fitri yang lalu (Minggu, 25/6). Menurutnya hal itu bisa menjadi sarana rekonsiliasi kebangsaan dan menjaga suasana kebangsaan yang makin kondusif sekaligus produktif.
“Inilah berkah hari raya idhul fitri, sesama warga bangsa saling memaafkan, saling silaturahim, apalagi inisiatif itu datang dari pemimpin republik. Saya yakin silaturahim membawa berkah bagi bangsa ini,” ungkap Jazuli.
Silaturahim ini, kata Jazuli Juwaini, adalah ajaran agama yang sudah menradisi di Indonesia yang sangat bagus apalagi pada mometum lebaran. “ini kearifan lokal Indonesia yang jarang ditemukan di negara-negara Timur Tengah sekalipun. Pada momen lebaran ini anak datang ke oang tua, murid datang ke guru, sesama teman saling bertemu, dan seterusnya,” katanya.
Secara khusus, Jazuli memberikan apresiasi kepada Presiden yang berkenan menerima GNPF MUI, yang sebenarnya keinginan untuk bertemu dan berdialog dengan Presiden telah lama disampaikan oleh ulama terutama yang tergabung dalam GNPF MUI.
“Harus kita akui bahwa bangsa ini sedang mengalami disharmoni sosial selama beberapa waktu lalu hingga saat ini, terutama sejak aksi-aksi bela Islam. Bahkan, ada upaya menstigmatisasi aksi-aksi tersebut sebagai anti-kebhinnekaan, anti-Pancasila, anti-NKRI. Ada pula persepsi kriminalisasi terhadap ulama sejak aksi-aksi tersebut sehingga menimbulkan perasaan kolektif terjadinya ketidakadilan di kalangan umat,” ungkap Jazuli.
Dengan pertemuan silaturahim tersebut, Anggota Komisi I ini berharap adanya komunikasi dan dialog langsung sehingga aspirasi ulama tersampaikan dengan baik kepada Presiden dan bisa mengakomodirnya demi menjaga persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam hal saling menghormati antara pemeluk agama, tidak boleh ada yang menghina dan menistakan agama apapun yang diakui di Indonesia ini. Para ulama harus di hormati termasuk MUI yang merupakan lembaga resmi yang memiliki otoritas persoalan-persoalan keagamaan hususnya bagi umat Islam,” ungkapnya.
Sebaliknya, lanjut Anggota DPR Dapil Banten III ini, Presiden cq Pemerintah dapat memahami sekaligus menjelaskan sikap dan posisi Pemerintah agar bisa saling memahami ( mutual understanding ) serta meminimalisir bias kesalahpahaman, sehingga kondisi kebangsaan kita makin kondusif.
“Pesan penting dari silaturahim tersebut, agar kebijakan-kebijakan Pemerintah dan aparat semakin berkeadilan terhadap ulama dan umat Islam sehingga bukan saja suasana kondusif yang terwujud tapi juga optimalisasi peran ulama dan umat ini dalam mengisi pembangunan Indonesia yang beradab dan bermartabat sebagaimana perannya dalam lintas sejarah perjuangan bangsa ini,” pungkas Jazuli.
Dengan saling menghormati antar umat beragama, antar komponen bangsa, terbangun komunikas yang baik antar lembaga, antar rakyat dan pemerintah, antar pemeluk agama dan seterusnya, insya Allah akan berpengaruh besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan serta kemajuan bangsa.
Inilah yang dimaksud Ketua Fraksi PKS sebagai rekonsiliasi kebangsaan. Agar kondisi kebangsaan tidak lagi hiruk pikuk dengan polemik dan saling serang diantara sesama anak bangsa. Sebaliknya, diantara kita saling bahu membahu meningkatkan produktivitas untuk kemajuan bangsa.(Red/Rls)
“Inilah berkah hari raya idhul fitri, sesama warga bangsa saling memaafkan, saling silaturahim, apalagi inisiatif itu datang dari pemimpin republik. Saya yakin silaturahim membawa berkah bagi bangsa ini,” ungkap Jazuli.
Silaturahim ini, kata Jazuli Juwaini, adalah ajaran agama yang sudah menradisi di Indonesia yang sangat bagus apalagi pada mometum lebaran. “ini kearifan lokal Indonesia yang jarang ditemukan di negara-negara Timur Tengah sekalipun. Pada momen lebaran ini anak datang ke oang tua, murid datang ke guru, sesama teman saling bertemu, dan seterusnya,” katanya.
Secara khusus, Jazuli memberikan apresiasi kepada Presiden yang berkenan menerima GNPF MUI, yang sebenarnya keinginan untuk bertemu dan berdialog dengan Presiden telah lama disampaikan oleh ulama terutama yang tergabung dalam GNPF MUI.
“Harus kita akui bahwa bangsa ini sedang mengalami disharmoni sosial selama beberapa waktu lalu hingga saat ini, terutama sejak aksi-aksi bela Islam. Bahkan, ada upaya menstigmatisasi aksi-aksi tersebut sebagai anti-kebhinnekaan, anti-Pancasila, anti-NKRI. Ada pula persepsi kriminalisasi terhadap ulama sejak aksi-aksi tersebut sehingga menimbulkan perasaan kolektif terjadinya ketidakadilan di kalangan umat,” ungkap Jazuli.
Dengan pertemuan silaturahim tersebut, Anggota Komisi I ini berharap adanya komunikasi dan dialog langsung sehingga aspirasi ulama tersampaikan dengan baik kepada Presiden dan bisa mengakomodirnya demi menjaga persatuan dan kesatuan nasional, terutama dalam hal saling menghormati antara pemeluk agama, tidak boleh ada yang menghina dan menistakan agama apapun yang diakui di Indonesia ini. Para ulama harus di hormati termasuk MUI yang merupakan lembaga resmi yang memiliki otoritas persoalan-persoalan keagamaan hususnya bagi umat Islam,” ungkapnya.
Sebaliknya, lanjut Anggota DPR Dapil Banten III ini, Presiden cq Pemerintah dapat memahami sekaligus menjelaskan sikap dan posisi Pemerintah agar bisa saling memahami ( mutual understanding ) serta meminimalisir bias kesalahpahaman, sehingga kondisi kebangsaan kita makin kondusif.
“Pesan penting dari silaturahim tersebut, agar kebijakan-kebijakan Pemerintah dan aparat semakin berkeadilan terhadap ulama dan umat Islam sehingga bukan saja suasana kondusif yang terwujud tapi juga optimalisasi peran ulama dan umat ini dalam mengisi pembangunan Indonesia yang beradab dan bermartabat sebagaimana perannya dalam lintas sejarah perjuangan bangsa ini,” pungkas Jazuli.
Dengan saling menghormati antar umat beragama, antar komponen bangsa, terbangun komunikas yang baik antar lembaga, antar rakyat dan pemerintah, antar pemeluk agama dan seterusnya, insya Allah akan berpengaruh besar dalam menjaga persatuan dan kesatuan serta kemajuan bangsa.
Inilah yang dimaksud Ketua Fraksi PKS sebagai rekonsiliasi kebangsaan. Agar kondisi kebangsaan tidak lagi hiruk pikuk dengan polemik dan saling serang diantara sesama anak bangsa. Sebaliknya, diantara kita saling bahu membahu meningkatkan produktivitas untuk kemajuan bangsa.(Red/Rls)