JAKARTA.LENTERAJABAR. COM - Wacana sekolah dari hari Senin sampai Jumat meninbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat menyikapi hal tersebut organisasi kemasyarakatan di bidang keagamaan juga bergerak di pendidikan umum maupun pesantren.
Nahdlatul Ulama (NU) menolak kebijakan seolah lima hari. Terkait permasalahan hal ini, Presiden Jokowi diminta untuk segera turun tangan.
"Kalau kebijakan full day school kan sudah secara tegas ditolak oleh PBNU. Kemarin kan secara resmi PBNU sudah membuat pernyataan sikap melalui pers conference, dan intinya adalah menolak dan meminta presiden untuk membatalkan kebijakan 5 hari sekolah yang sudah di-launching Mendikbud," kata Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama Nahdlatul Ulama Juri Ardiantoro, di Gedung AH Nasution, Lantai 16, Jl Medan Merdeka Barat nomor 14, Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2017).
Menurut Juri, kebijakan itu mengancam banyak institusi pendidikan informal dan pendidikan keagamaan. Selain itu, juga akan mereduksi makna pendidikan buat anak-anak. Alasannya, karena akan mengurangi waktu untuk anak-anak bersosialisasi, mengurangi untuk belajar agama dan belajar lainnya.
Juri mengatakan ini terkait tentang membangun karakter anak. NU mempunyai pandangan lain terkait soal cara membangun karakter dari anak itu sendiri, yakni dengan melalui pendidikan agama.
"Melalui pendidikan agama yang selama ini sudah dilakukan oleh NU baik melalui Madrasah Diniyah, baik melalui pendidikan-pendidikan agama informal pengajian dan sejenisnya itu," tutur Juri.
Juri menyebutkan, sementara pandangan baru yang dirilis oleh Mendikbud bahwa pendidikan karakter itu selama ini terbengkalai jadi diperlukan dilembagakan dalam sekolah dan perlu penambahan jam sekolah.
"Tetapi sebetulnya praktik pendidikan selama ini sudah memasukkan pendidikan karakter itu dalam bentuk pendidikan keagamaan baik melalui Madrasah Diniyah maupun pendidikan keagamaan lain, nah cara pandang ini yang ditentang oleh NU," kata Juri.
Juri pun meminta Mendikbud memikirkan ulang kebijakan itu. "Harus memikirkan ulang bahwa beban belajar siswa anak Indonesia itu terlalu berat, terlalu banyak pelajaran, yang harus diterima oleh siswa, mestinya ini yang dikurangi dan waktunya dialokasikan untuk pengarahan bakat minat anak," pungkasnya.(Red)
Nahdlatul Ulama (NU) menolak kebijakan seolah lima hari. Terkait permasalahan hal ini, Presiden Jokowi diminta untuk segera turun tangan.
"Kalau kebijakan full day school kan sudah secara tegas ditolak oleh PBNU. Kemarin kan secara resmi PBNU sudah membuat pernyataan sikap melalui pers conference, dan intinya adalah menolak dan meminta presiden untuk membatalkan kebijakan 5 hari sekolah yang sudah di-launching Mendikbud," kata Ketua Lembaga Ta’lif wan Nasyr Nahdlatul Ulama Nahdlatul Ulama Juri Ardiantoro, di Gedung AH Nasution, Lantai 16, Jl Medan Merdeka Barat nomor 14, Jakarta Pusat, Minggu (18/6/2017).
Menurut Juri, kebijakan itu mengancam banyak institusi pendidikan informal dan pendidikan keagamaan. Selain itu, juga akan mereduksi makna pendidikan buat anak-anak. Alasannya, karena akan mengurangi waktu untuk anak-anak bersosialisasi, mengurangi untuk belajar agama dan belajar lainnya.
Juri mengatakan ini terkait tentang membangun karakter anak. NU mempunyai pandangan lain terkait soal cara membangun karakter dari anak itu sendiri, yakni dengan melalui pendidikan agama.
"Melalui pendidikan agama yang selama ini sudah dilakukan oleh NU baik melalui Madrasah Diniyah, baik melalui pendidikan-pendidikan agama informal pengajian dan sejenisnya itu," tutur Juri.
Juri menyebutkan, sementara pandangan baru yang dirilis oleh Mendikbud bahwa pendidikan karakter itu selama ini terbengkalai jadi diperlukan dilembagakan dalam sekolah dan perlu penambahan jam sekolah.
"Tetapi sebetulnya praktik pendidikan selama ini sudah memasukkan pendidikan karakter itu dalam bentuk pendidikan keagamaan baik melalui Madrasah Diniyah maupun pendidikan keagamaan lain, nah cara pandang ini yang ditentang oleh NU," kata Juri.
Juri pun meminta Mendikbud memikirkan ulang kebijakan itu. "Harus memikirkan ulang bahwa beban belajar siswa anak Indonesia itu terlalu berat, terlalu banyak pelajaran, yang harus diterima oleh siswa, mestinya ini yang dikurangi dan waktunya dialokasikan untuk pengarahan bakat minat anak," pungkasnya.(Red)