Notification

×

Iklan

Iklan

Sembilan Poin Eksepsi Disampaikan Pengacara Buni Yani

Selasa, 20 Juni 2017 | 14:00 WIB Last Updated 2017-06-20T07:00:02Z
BANDUNG,LENTERAJABAR. COM - Terdakwa kasus dugaan ujaran kebencian dan pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Buni Yani, menyampaikan sembilan poin nota keberatan atau eksepsi di sidang lanjutan kasusnya di Gedung Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Bandung, Jalan Seram, Kota Bandung, Selasa (20/6/2017).

Kesembilan poin itu, dibacakan secara bergantian oleh tim penasehat hukum Buni Yani di hadapan Majelis Hakim yang diketahui M.Sapto. Menurut Penasehat Hukum Aldwin Rahardian, kesembilan poin itu merupakan pelanggaran secara formal yang sudah diatur dalam KUHAP maupun KUHP.

Ia menyebut salah satunya tentang kompetensi relatif tempat persidangan Buni Yani di Pengadilan Negeri Bandung. "Poin ini lebih kepada siapa yang berwenang menentukan tempat Bumi Yani diadili," katanya usai persidangan.

Selain itu, dalam eksepsinya Aldwin juga menyinggung tentang penggunaan pasal 28 ayat 2 UU ITE yang didakwakan terhadap kliennya. Menurutnya, dakwaan tersebut melanggar asas legalitas atau asas retroaktif sebagaimana pasal 1 ayat (1) KUHP.

Selain itu, lanjutnya ada juga eksepsi tentang penyusunan dakwaan yang tidak berdasarkan ketentuan UU No. 8 Tahun 1981 tentang KUHAP karena mendakwakan pasal yang tidak pernah disangkakan terhadap terdakwa dan tidak terdapat dalam berkas perkara, sebagai dakwaan dengan Pasal yang dimunculkan tiba-tiba.

"Pasal tambahan itu yang muncul tiba tiba. Kenapa muncul tiba-tiba, dari mulai proses penyelidikan dan penyidikan, Buni Yani diperiksa, di BAP, saksi-saksi diperiksa. Tidak ada tuduhan yang menyangkut pada pasal 32," katanya.

Selain itu, ia juga menyinggung soal dimulainya SPDP (surat perintah dimulai penyedikan) yang diterbitkan dua kali kepada dua kejaksaan yang berbeda ke Kejaksaan Tinggi DKI dan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat. Dan diterbitkan di akhir, bukan di awal penyidikan.

Poin kesembilan dalam eksepsi, kata Aldwin, ialah pertimbangan majelis hakim pada kasus Basuki Tjahaja "Ahok" Purnama yang sudah berkekuatan hukum dan tetap. Poin ini mesti diperhatikan majelis hakim karena apa yang dilakukan Buni Yani dengan mengunggah video Ahok bukanlah fitnah.

Sebelumnya, Buni Yani didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang dipimpin Andi Muhammad Faufiq, dengan dua pasal sekaligus. Yaitu pasal 32 ayat 1 jo pasal 48 ayat 1 Undang - Undang RI nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eleltronik jo Undang - Undang RI nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11/2008 tentang ITE.

Juga dengan pasal 28 ayat 2 jo pasal 45 ayat 2 Undang - Undang RI nomo 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Eletronik (ITE) jo pasal 45 huruf A ayat 2 Undang - Undang RI nomor 19/2016 tentang perubahan atas UU RI nomor 11/2008.

Sidang pun ditunda dan akan kembali digelar pada Selasa 4 Juli 2017 nanti dengan agenda penyampaian tanggapan dari JPU terhadap eksepsi dari terdakwa. (Red/Sgm)
×
Berita Terbaru Update