JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Wakil ketua komisi VIII DPR RI, Iskan Qolba Lubis mendukung rencana pendirian Universitas Islam Internasional Indonesia. Dalam keterangan tertulis kepada media, pasca rapat konsultasi komisi VIII dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mengenai pembangunan Universitas Islam Internasional Indonesia (UIII), Rabu (19/7).
"Selaku pimpinan komisi VIII, kami mendukung pembangunan UIII yang rencananya didirikan dengan lahan seluas 100 hektar, di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat," katanya,
Menurut Iskan, keberadaan universitas yang berstatus negeri ini amat penting sebagai kampus dan pusat kajian keislaman. Apalagi dengan adanya beasiswa, kampus ini dharapkan bisa membantu bagi anak bangsa yang selama ini merasa kesulitan melanjutkan kuliah di jenjang S2 dan S3.
"Selain itu, Indonesia sejauh ini belum memiliki institusi pendidikan tinggi yang bisa disejajarkan dengan perguruan tinggi unggulan dunia, serta yang memberikan perhatian khusus pada kajian dan pengembangan peradaban Islam, terutama berkaitan dengan Indonesia," katanya.
Jadi, Iskan menambahkan, bahwa keberadaan Universitas Islam Internasional Indonesia ini diharapkan mampu menjadi Indonesa sebagai pusat kajian Islam dan peradaban di dunia.
"Sebagai Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia dapat menempatkan posisi strategis tidak hanya di tengah negara-negara mayoritas muslim, tetapi juga di negara-negara yang penduduknya mayoritas non-muslim," katanya.
Apalagi Islam di Indonesia menurutnya selalu berjalan selaras dengan derap modernitas. Selama ini ulama, juru dakwah, cendikiawan muslim, dan akademisi muslim di Indonesia senantiasa berusaha mengembangkan pemahaman dan praktik Islam yang mendorong kemajuan bangsa, tidak pernah menghambat kemajuan bangsa.
"Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini Indonesia menempatkan diri sebagai Negara demokratis terbesar di dunia setelah India dan Amerika Seriakat. Kondisi itu secara otomatis telah menempatkan Indonesia sebagai Negara muslim paling demokratis di dunia. Demikian membuat Indonesia layak dijadikan sebagai rujukan dalam melihat keseuaian antar Islam dan demokrasi,"
Umat Islam di Indonesia menurut anggota DPR RI Fraksi PKS dari Dapil Sumut 2 ini, juga bisa dijadikan sebagai rujukan Negara muslim lainnya dan dunia mengenai kemajemukan dan toleransi, serta menadi referensi dunia bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin.
"Mengingat sejak awal Islam masuk ke Indonesia bukan dengan cara penaklukan dan kekerasan. Terbukti tradisi keagamaan yang sudah ada sebelum Islam masuk, tetap mendapatkan tempat terhormat sejauh dalam koridor moral dan prinsip ajaran Islam."
Pendirian universitas Islam internasional Indonesia ini memang didesain sebagai pusat kajian Islam yang go internasilal dan sesuai dengan semangat globalisasi. Hal itu setidaknya terlihat dari komposisi mahasiswanya, dari total 5.000 mahasiswa jenjang S2 dan S3, 50 persen diperuntukkan bagi mahasiswa Indonesia, sedangkan sisanya merupakan mahasiswa dari luar negeri. Begitu juga terkait tenaga pengajarnya, direncanakan 50 persen dosen berasal dari Indonesia, dan 50 persen sisanya berasal dari asing yang pakar tentang keislaman baik itu dari Timur Tengah dan dari Barat.
"Kondisi demikian tentu saja akan memancing terjadinya perang pemikiran yang konstruktif antara paradigm Timur Tengah dan juga Barat. Sehingga diharapkan menambah mozaik pemikiran Islam dan menyumbang kemajuan peradaban," katanya.(Red/Rls)
"Selaku pimpinan komisi VIII, kami mendukung pembangunan UIII yang rencananya didirikan dengan lahan seluas 100 hektar, di daerah Cimanggis, Depok, Jawa Barat," katanya,
Menurut Iskan, keberadaan universitas yang berstatus negeri ini amat penting sebagai kampus dan pusat kajian keislaman. Apalagi dengan adanya beasiswa, kampus ini dharapkan bisa membantu bagi anak bangsa yang selama ini merasa kesulitan melanjutkan kuliah di jenjang S2 dan S3.
"Selain itu, Indonesia sejauh ini belum memiliki institusi pendidikan tinggi yang bisa disejajarkan dengan perguruan tinggi unggulan dunia, serta yang memberikan perhatian khusus pada kajian dan pengembangan peradaban Islam, terutama berkaitan dengan Indonesia," katanya.
Jadi, Iskan menambahkan, bahwa keberadaan Universitas Islam Internasional Indonesia ini diharapkan mampu menjadi Indonesa sebagai pusat kajian Islam dan peradaban di dunia.
"Sebagai Negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia, sudah seharusnya Indonesia dapat menempatkan posisi strategis tidak hanya di tengah negara-negara mayoritas muslim, tetapi juga di negara-negara yang penduduknya mayoritas non-muslim," katanya.
Apalagi Islam di Indonesia menurutnya selalu berjalan selaras dengan derap modernitas. Selama ini ulama, juru dakwah, cendikiawan muslim, dan akademisi muslim di Indonesia senantiasa berusaha mengembangkan pemahaman dan praktik Islam yang mendorong kemajuan bangsa, tidak pernah menghambat kemajuan bangsa.
"Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini Indonesia menempatkan diri sebagai Negara demokratis terbesar di dunia setelah India dan Amerika Seriakat. Kondisi itu secara otomatis telah menempatkan Indonesia sebagai Negara muslim paling demokratis di dunia. Demikian membuat Indonesia layak dijadikan sebagai rujukan dalam melihat keseuaian antar Islam dan demokrasi,"
Umat Islam di Indonesia menurut anggota DPR RI Fraksi PKS dari Dapil Sumut 2 ini, juga bisa dijadikan sebagai rujukan Negara muslim lainnya dan dunia mengenai kemajemukan dan toleransi, serta menadi referensi dunia bagi terwujudnya Islam yang rahmatan lil alamin.
"Mengingat sejak awal Islam masuk ke Indonesia bukan dengan cara penaklukan dan kekerasan. Terbukti tradisi keagamaan yang sudah ada sebelum Islam masuk, tetap mendapatkan tempat terhormat sejauh dalam koridor moral dan prinsip ajaran Islam."
Pendirian universitas Islam internasional Indonesia ini memang didesain sebagai pusat kajian Islam yang go internasilal dan sesuai dengan semangat globalisasi. Hal itu setidaknya terlihat dari komposisi mahasiswanya, dari total 5.000 mahasiswa jenjang S2 dan S3, 50 persen diperuntukkan bagi mahasiswa Indonesia, sedangkan sisanya merupakan mahasiswa dari luar negeri. Begitu juga terkait tenaga pengajarnya, direncanakan 50 persen dosen berasal dari Indonesia, dan 50 persen sisanya berasal dari asing yang pakar tentang keislaman baik itu dari Timur Tengah dan dari Barat.
"Kondisi demikian tentu saja akan memancing terjadinya perang pemikiran yang konstruktif antara paradigm Timur Tengah dan juga Barat. Sehingga diharapkan menambah mozaik pemikiran Islam dan menyumbang kemajuan peradaban," katanya.(Red/Rls)