BANDUNG,LENTERAJABAR.COM - Wakil ketua Komisi VIII DPR RI, Iskan Qolba Lubis menerangkan pentingnya kunkingan kerja spesifik komisi VIII ke lokasi Kawah Sileri Dieng, Banjarnegara, Jawa Tengah. Menurutnya, kunjungan kerja yang telah dilaksanakan itu penting, demi melakukan pengawasan terkait dampak fisik dan non fisik terjadinya bencana di kawasan wisata itu.
“Perlu dilihat apa saja dampak yang bisa saja timbul dari terjadinya bencana itu, baik secara fisik maupun non fisik. Serta apa saja kebijakan yang perlu dibuat pemerintah pusat untuk mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari pada wilayah lain,” katanya, di Jakarta, Rabu (5/7).
Kawasan Dieng menurut Iskan merupakan daerah wisata pegunungan yang banyak ditinggali oleh warga masyarakat, mengingat penduduk setempat masih menganggap tanah yang mereka diami merupakan warisan nenek moyang. Oleh karena itu, menurut Iskan, BNPB ke depan harus memiliki program khusus untuk merelokasi mereka yang berada di kawasan rawan terdampak bencana.
“Perlu adanya program khusus dari BNPB sehingga warga sekitar kawasan dapat seminimal mungkin tidak terkena dampak bencana. Selain itu perlu juga dibuat early warning yang melibatkan para ahli vulkanologi, untuk melakukan peringantan dini jika terjadi potensi bencana,”katanya.
Iskan juga berharap program kementerian social yang akan membangun Kampung Siaga Bencana (KSB), bisa direalisasikan di kawasan Dieng. Menurutnya, KSB itu berfungsi sebagai pendeteksian dini bencara.
“Walau sifatnya antisipatif, namun keberadaan KSB harus tetap disiagakan. Keberadaannya juga bisa disinergikan dengan program BNPB bernama desa tangguh,”katanya.
Kesiagaan warga masyarakat diperlukan dalam menghadapi potensi bencana, apalagi menrut Anggota DPR RI Fraksi PKS Dapil Sumatera 2 ini, kinerja pemerintah selalu lambat dalam merespon. Seperti masih lambatnya BNPB dalam memberikan sosialisasi secara massive terkait pelarangan kawasan wisata, setelah meletusnya kawah Sileri di Desa Kepakisan, Dataran Tinggi Dieng.
“Apalagi adanya kendala ketidaktersediaan peralatan yang memadai dari BNPB wilayah provinsi dan kabupaten, untuk mendeteksi berbagai macam potensi bencana seperti tanah longsor dan gas-gas beracun. Dua alat penantau panas untuk antisipasi yang konon berasal dari bantuan asing tidak berpungsi alias rusak, oleh karenanya BNPB harus segera mengganti Alat tersebut,"katanya.(Red/Rls)
“Perlu dilihat apa saja dampak yang bisa saja timbul dari terjadinya bencana itu, baik secara fisik maupun non fisik. Serta apa saja kebijakan yang perlu dibuat pemerintah pusat untuk mengantisipasi kejadian serupa di kemudian hari pada wilayah lain,” katanya, di Jakarta, Rabu (5/7).
Kawasan Dieng menurut Iskan merupakan daerah wisata pegunungan yang banyak ditinggali oleh warga masyarakat, mengingat penduduk setempat masih menganggap tanah yang mereka diami merupakan warisan nenek moyang. Oleh karena itu, menurut Iskan, BNPB ke depan harus memiliki program khusus untuk merelokasi mereka yang berada di kawasan rawan terdampak bencana.
“Perlu adanya program khusus dari BNPB sehingga warga sekitar kawasan dapat seminimal mungkin tidak terkena dampak bencana. Selain itu perlu juga dibuat early warning yang melibatkan para ahli vulkanologi, untuk melakukan peringantan dini jika terjadi potensi bencana,”katanya.
Iskan juga berharap program kementerian social yang akan membangun Kampung Siaga Bencana (KSB), bisa direalisasikan di kawasan Dieng. Menurutnya, KSB itu berfungsi sebagai pendeteksian dini bencara.
“Walau sifatnya antisipatif, namun keberadaan KSB harus tetap disiagakan. Keberadaannya juga bisa disinergikan dengan program BNPB bernama desa tangguh,”katanya.
Kesiagaan warga masyarakat diperlukan dalam menghadapi potensi bencana, apalagi menrut Anggota DPR RI Fraksi PKS Dapil Sumatera 2 ini, kinerja pemerintah selalu lambat dalam merespon. Seperti masih lambatnya BNPB dalam memberikan sosialisasi secara massive terkait pelarangan kawasan wisata, setelah meletusnya kawah Sileri di Desa Kepakisan, Dataran Tinggi Dieng.
“Apalagi adanya kendala ketidaktersediaan peralatan yang memadai dari BNPB wilayah provinsi dan kabupaten, untuk mendeteksi berbagai macam potensi bencana seperti tanah longsor dan gas-gas beracun. Dua alat penantau panas untuk antisipasi yang konon berasal dari bantuan asing tidak berpungsi alias rusak, oleh karenanya BNPB harus segera mengganti Alat tersebut,"katanya.(Red/Rls)