BANDUNG,LENTERAJABAR.COM - Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Syarkawi Rauf mengatakan munculnya wacana kebijakan penetapan tarif batas bawah layanan komunikasi data, tidak perlu dilakukan mengingat dampak buruk dari kebijakan tarif batas bawah bagi industri dalam jangka panjang dan ekonomi nasional secara keseluruhan.
Menurut Syarkawi, ada lima pertimbangan untuk tidak mengeluarkan kebijakan tidak diberlakukannya tarif batas bawah layanan komunikasi.
"Setidaknya terdapat lima pertimbangan mengapa kebijakan tarif batas bawah layanan komunikasi data tidak diberlakukan," kata Syarkawi dalam keterangan resminya di Bandung, Selasa (25/7/2017).
Pertama, setiap operator telekomunikasi mempunyai tarif yang berbeda. Termasuk dalam hal menghasilkan tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat.
"Saat ini, masyarakat dapat menemukan harga yang sangat variatif dengan skema yang beragam dari Rp 25.000/GB sampai Rp 57.500/GB," ungkapnya.
Kedua, permasalahan terbesar kebijakan tarif batas bawah terletak pada penentuan besarannya. Besaran tarif batas bawah umumnya ditetapkan untuk melindungi seluruh pelaku usaha tanpa terkecuali, termasuk pelaku usaha yang tidak efisien dan menjadi beban bagi industri dan ekonomi nasional.
Ketiga, tarif batas bawah menjadi penghambat bagi operator telekomunikasi yang efisien dan mampu menghasilkan besaran tarif di bawah tarif batas bawah. Pelaku usaha tersebut, tidak dapat menggunakan hasil efisiensinya untuk memenangkan persaingan.
Dalam jangka panjang, hal tersebut akan menciptakan disinsentif bagi efisiensi industri telekomunikasi yang bermuara pada rendahnya tarif dan akan mendorong tarif bergerak naik.
"Inovasi yang bermuara pada hadirnya tarif murah akan terhambat, padahal dalam industri telekomunikasi, siklus perubahan teknologi berkembang sangat cepat dengan kemampuan mereduksi biaya yang luar biasa," tuturnya.
Keempat, akibat terhalangnya tarif rendah di bawah besaran tarif batas bawah, masyarakat kehilangan tarif yang terjangkau. Muncul kerugian konsumen/masyarakat sebagai pengguna jasa komunikasi data karena harus membayar mahal tarif dari yang seharusnya.
Kelima, dalam ekonomi nasional, kebijakan tarif batas bawah cenderung menjadi elemen pendorong terjadinya inflasi, hal ini dikarenakan terdapat potensi pelaku usaha untuk meminta kenaikan tarif batas bawah secara berkala.
"Di sisi lain, pada saat terjadi deflasi, upaya penurunan tarif batas bawah tidak mudah untuk dilakukan," imbuhnya.
Sementara itu, menanggapi munculnya dugaan bahwa terdapat operator yang melakukan predatory pricing melalui strategi tarif murah, yang bertujuan menyingkirkan pesaing, KPPU mendorong agar operator atau pihak manapun yang memiliki alat bukti terkait hal tersebut untuk melaporkan ke KPPU.
"Bagi masyarakat yang mengetahui adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat silahkan sampaikan laporannya, KPPU siap memproses sesuai ketentuan yang berlaku," pungkasnya.(Red/Rls)
Menurut Syarkawi, ada lima pertimbangan untuk tidak mengeluarkan kebijakan tidak diberlakukannya tarif batas bawah layanan komunikasi.
"Setidaknya terdapat lima pertimbangan mengapa kebijakan tarif batas bawah layanan komunikasi data tidak diberlakukan," kata Syarkawi dalam keterangan resminya di Bandung, Selasa (25/7/2017).
Pertama, setiap operator telekomunikasi mempunyai tarif yang berbeda. Termasuk dalam hal menghasilkan tarif yang semakin terjangkau oleh masyarakat.
"Saat ini, masyarakat dapat menemukan harga yang sangat variatif dengan skema yang beragam dari Rp 25.000/GB sampai Rp 57.500/GB," ungkapnya.
Kedua, permasalahan terbesar kebijakan tarif batas bawah terletak pada penentuan besarannya. Besaran tarif batas bawah umumnya ditetapkan untuk melindungi seluruh pelaku usaha tanpa terkecuali, termasuk pelaku usaha yang tidak efisien dan menjadi beban bagi industri dan ekonomi nasional.
Ketiga, tarif batas bawah menjadi penghambat bagi operator telekomunikasi yang efisien dan mampu menghasilkan besaran tarif di bawah tarif batas bawah. Pelaku usaha tersebut, tidak dapat menggunakan hasil efisiensinya untuk memenangkan persaingan.
Dalam jangka panjang, hal tersebut akan menciptakan disinsentif bagi efisiensi industri telekomunikasi yang bermuara pada rendahnya tarif dan akan mendorong tarif bergerak naik.
"Inovasi yang bermuara pada hadirnya tarif murah akan terhambat, padahal dalam industri telekomunikasi, siklus perubahan teknologi berkembang sangat cepat dengan kemampuan mereduksi biaya yang luar biasa," tuturnya.
Keempat, akibat terhalangnya tarif rendah di bawah besaran tarif batas bawah, masyarakat kehilangan tarif yang terjangkau. Muncul kerugian konsumen/masyarakat sebagai pengguna jasa komunikasi data karena harus membayar mahal tarif dari yang seharusnya.
Kelima, dalam ekonomi nasional, kebijakan tarif batas bawah cenderung menjadi elemen pendorong terjadinya inflasi, hal ini dikarenakan terdapat potensi pelaku usaha untuk meminta kenaikan tarif batas bawah secara berkala.
"Di sisi lain, pada saat terjadi deflasi, upaya penurunan tarif batas bawah tidak mudah untuk dilakukan," imbuhnya.
Sementara itu, menanggapi munculnya dugaan bahwa terdapat operator yang melakukan predatory pricing melalui strategi tarif murah, yang bertujuan menyingkirkan pesaing, KPPU mendorong agar operator atau pihak manapun yang memiliki alat bukti terkait hal tersebut untuk melaporkan ke KPPU.
"Bagi masyarakat yang mengetahui adanya dugaan praktik persaingan usaha tidak sehat silahkan sampaikan laporannya, KPPU siap memproses sesuai ketentuan yang berlaku," pungkasnya.(Red/Rls)