JAKARTA,LENTERAJABAR.COM - Anggota Komisi Hukum dan HAM DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Nasir Djamil menanggapi wacana Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh yang ingin melakukan modifikasi terhadap pelaksanaan hukuman cambuk yang tertutup demi mendukung keberlangsungan investasi di Aceh.
Hal ini menurutnya sudah terlalu berlebihan dan terkesan tidak memahami kekhususan di Aceh dalam hal pelaksanaan syariah islam sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 1999. “Hukuman cambuk adalah pesan moral kepada kita semua untuk saling menjaga diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama, toh kan tidak ada yang salah dari penerapan tersebut. Dengan terbuka seperti itu masyarakat semakin bisa mawas diri untuk menjaga prilakunya di tengah masyarakat.”
Cambuk itu memang harus terbuka agar pesan morilnya sampai kepada masyarakat lain, dan ini bukan semata-mata sebagai bentuk hukuman yang berujung pada efek jera, namun lebih kepada pembinaan secara social kepada masyarakat, “toh para pelaku setelah dicambuk kan juga tetap bisa diterima ditengah masyarakat, jadi apa yang harus dikhawatirkan terhadap aturan ini.”
Menurut nasir, terlalu berlebihan kiranya pemerintah memiliki ide memodifikasi hukuman cambuk secara tertutup, cambuk yang terbuka saja kita khawatirkan ada pola timbang pilih apalagi cambuk yang tertutup. Bisa bisa aparat dan orang yang dicambuk bisa melakukan "negosiasi",
Investasi itu kan tidak harus selamanya bicara pada tataran normative cultural semata, banyak faktor lain juga yang menjadi penghambat bagi investasi selain cambuk seperti persoalan stabilitas politik dan regulasi, serta factor kebutuhan energi dan keamanan.
Coba lihat beberapa Negara islam yang menerapkan syariat islam di dunia ini, mereka juga tetap bisa didatangi oleh investor, “tidak usah jauh jauh lah lihat saja Malaysia, Malaysia itukan melaksanakan dasar hukum bernegaranya hukum islam, namun lihat investasi tetap saja bisa masuk, begitupun seperti Brunai Darussalam dan Uni Emirat Arab juga jauh lebih maju dan investor juga banyak yang masuk, untuk itu menurut nasir pemerintah seharusnya jangan asal bunyi terhadap persoalan cambuk ini menjadi factor hambatan lemahnya investasi di Aceh. Pungkasnya.(Red/Rls)
Hal ini menurutnya sudah terlalu berlebihan dan terkesan tidak memahami kekhususan di Aceh dalam hal pelaksanaan syariah islam sebagaimana yang diatur dalam UU Nomor 44 Tahun 1999. “Hukuman cambuk adalah pesan moral kepada kita semua untuk saling menjaga diri dari perbuatan yang dilarang oleh agama, toh kan tidak ada yang salah dari penerapan tersebut. Dengan terbuka seperti itu masyarakat semakin bisa mawas diri untuk menjaga prilakunya di tengah masyarakat.”
Cambuk itu memang harus terbuka agar pesan morilnya sampai kepada masyarakat lain, dan ini bukan semata-mata sebagai bentuk hukuman yang berujung pada efek jera, namun lebih kepada pembinaan secara social kepada masyarakat, “toh para pelaku setelah dicambuk kan juga tetap bisa diterima ditengah masyarakat, jadi apa yang harus dikhawatirkan terhadap aturan ini.”
Menurut nasir, terlalu berlebihan kiranya pemerintah memiliki ide memodifikasi hukuman cambuk secara tertutup, cambuk yang terbuka saja kita khawatirkan ada pola timbang pilih apalagi cambuk yang tertutup. Bisa bisa aparat dan orang yang dicambuk bisa melakukan "negosiasi",
Investasi itu kan tidak harus selamanya bicara pada tataran normative cultural semata, banyak faktor lain juga yang menjadi penghambat bagi investasi selain cambuk seperti persoalan stabilitas politik dan regulasi, serta factor kebutuhan energi dan keamanan.
Coba lihat beberapa Negara islam yang menerapkan syariat islam di dunia ini, mereka juga tetap bisa didatangi oleh investor, “tidak usah jauh jauh lah lihat saja Malaysia, Malaysia itukan melaksanakan dasar hukum bernegaranya hukum islam, namun lihat investasi tetap saja bisa masuk, begitupun seperti Brunai Darussalam dan Uni Emirat Arab juga jauh lebih maju dan investor juga banyak yang masuk, untuk itu menurut nasir pemerintah seharusnya jangan asal bunyi terhadap persoalan cambuk ini menjadi factor hambatan lemahnya investasi di Aceh. Pungkasnya.(Red/Rls)