BANDUNG,LENTERAJABAR- Pembangunan suatu proyek hendaknya tidak meninggalkan persoalan baru terhadap warga yang ada di sekitar pembangunan tersebut ,mengingat setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang wenang oleh siapapun.
Keadaan ini dialami Sulton, seorang warga yang selama ini memperjuangkan haknya atas kepemilikan tanah seluas 5130 m2 dalam pembangunan mega proyek Upper Cisokan. Sulton merupakan ahli waris pemilik tanah berdasarkan bukti kepemilikan tanah berupa SHM No. 1 Tahun 1982 atas nama Sanusi (ayah Sulton) yang sah dan masih berlaku hingga saat ini.
Keadaan ini dialami Sulton, seorang warga yang selama ini memperjuangkan haknya atas kepemilikan tanah seluas 5130 m2 dalam pembangunan mega proyek Upper Cisokan. Sulton merupakan ahli waris pemilik tanah berdasarkan bukti kepemilikan tanah berupa SHM No. 1 Tahun 1982 atas nama Sanusi (ayah Sulton) yang sah dan masih berlaku hingga saat ini.
Yang mana adalah hak setiap warga negara dalam mempertahankan kepemilikan pribadi yang sah secara hukum. Hal ini tertuang dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 28H ayat (4) menyatakan, setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang wenang oleh siapapun.
Namun hingga kini PT PLN Unit Induk Pembangunan Jawa Bagian Tengah I sebagai penanggung jawab atas pembangunan proyek PLTA Upper Cisokan dianggap tidak mengindahkan bukti kepemilikan yang diakui oleh negara tersebut. Hal ini diungkapkan Roedy M. Wiranatakusumah sebagai kuasa hukum Sulton.
“Sulton sebagai rakyat kecil yang mencoba memperjuangkan haknya, bertahun tahun ia menempuh berbagai jalur hukum mulai tingkat PTUN hingga putusan MA, membuktikan Sulton adalah pemilik yang sah atas tanah yang terkena proyek tersebut,” ujar Roedy.
Roedy menambahkan, selama ini pihak PLN menunjukkan berbagai sikap intimidasi terhadap Sulton dan keluarganya. Tahun lalu pihak PLN melalui aparat kepolisian bersenjata laras panjang membongkar portal yang dipasang oleh Sulton, beberapa hari yang lalu tepatnya tanggal 24 Juli 2017
Sulton kembali menutup tanah miliknya dengan memasang portal dan boneka pocong sebagai simbol matinya keadilan. Ini semata mata dilakukan sebagai bentuk aksi protes terhadap pemerintah agar menjadi perhatian seorang warga yang mencari keadilan.
“Namun bukannya keadilan yang didapatkan, Sulton kembali didatangi oknum Brimob mengatasnamakan PLN berusaha mengintimidasi dan mengancam keselamatan jiwa Sulton dengan menggunakan senjata api dan memaksa untuk membuka portal,” ujar Roedy.
Beberapa hari yang lalu kuasa hukum Sulton, Roedy Wiranatakusumah dan Bakumham KOSGORO Jabar mengunjungi objek sengketa dan menancapkan spanduk sebagai bentuk dukungan dan kepedulian bantuan hukum terhadap rakyat kecil seperti Sulton. “Sulton hanya memperjuangkan keadilan dan kepastian hukum atas hak hak warga negara,” tegas Roedy. ((Red)
Beberapa hari yang lalu kuasa hukum Sulton, Roedy Wiranatakusumah dan Bakumham KOSGORO Jabar mengunjungi objek sengketa dan menancapkan spanduk sebagai bentuk dukungan dan kepedulian bantuan hukum terhadap rakyat kecil seperti Sulton. “Sulton hanya memperjuangkan keadilan dan kepastian hukum atas hak hak warga negara,” tegas Roedy. ((Red)