BANDUNG,LENTERAJABAR.COM
- perundingan PT Freeport Indonesia dengan pemerintah akhirnya tuntas.
Freeport pun menerima semua poin dalam satu paket yang dirundingkan, di
mana salah satunya adalah kewajiban menyerahkan 51% sahamnya kepada
negara.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, proses negosiasi antara pemerintah dan Freeport berjalan cukup alot. Sri Mulyani mengatakan, sejak awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menghendaki kerja sama antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
“Beliau menghendaki agar negara Indonesia mendapatkan manfaat yang optimal dari keberadaan tambang tembaga, emas dan perak di Papua tersebut,” dikutip dari akun Facebook milik Sri Mulyani, Rabu (30/8/2017).
Untuk mencapai tujuan tersebut, Presiden menugaskan Menteri ESDM dan Menteri Keuangan untuk memimpin tim perundingan Indonesia yang juga diikuti oleh wakil dari kementerian terkait. Setelah diadakan beberapa kali pertemuan, akhirnya kesepakatan final dapat dilakukan pada pertemuan hari Minggu tanggal 27 Agustus 2017.
“Setelah 50 tahun dimiliki oleh pihak asing, pemerintah melalui kepemimpinan Presiden Jokowi, berhasil menguasai 51% saham Freeport sehingga menjadi milik Republik Indonesia. Suatu hasil perundingan yang luar biasa. Selama ini, saham pemerintah Indonesia hanya 9,36%,” ucap Sri Mulyani.
Mantan Petinggi World Bank ini juga menekankan, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum, penerimaan negara yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan kontrak karya. Freeport juga akhirnya akan membangun smelter setelah dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berikut adalah kesepakatan antara pemerintah dan Freeport yang telah dicapai:
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.(Red)
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui, proses negosiasi antara pemerintah dan Freeport berjalan cukup alot. Sri Mulyani mengatakan, sejak awal pemerintahannya, Presiden Joko Widodo menghendaki kerja sama antara Pemerintah dengan PT Freeport Indonesia dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya.
“Beliau menghendaki agar negara Indonesia mendapatkan manfaat yang optimal dari keberadaan tambang tembaga, emas dan perak di Papua tersebut,” dikutip dari akun Facebook milik Sri Mulyani, Rabu (30/8/2017).
Untuk mencapai tujuan tersebut, Presiden menugaskan Menteri ESDM dan Menteri Keuangan untuk memimpin tim perundingan Indonesia yang juga diikuti oleh wakil dari kementerian terkait. Setelah diadakan beberapa kali pertemuan, akhirnya kesepakatan final dapat dilakukan pada pertemuan hari Minggu tanggal 27 Agustus 2017.
“Setelah 50 tahun dimiliki oleh pihak asing, pemerintah melalui kepemimpinan Presiden Jokowi, berhasil menguasai 51% saham Freeport sehingga menjadi milik Republik Indonesia. Suatu hasil perundingan yang luar biasa. Selama ini, saham pemerintah Indonesia hanya 9,36%,” ucap Sri Mulyani.
Mantan Petinggi World Bank ini juga menekankan, dengan adanya jaminan fiskal dan hukum, penerimaan negara yang diterima akan lebih besar bila dibandingkan dengan menggunakan kontrak karya. Freeport juga akhirnya akan membangun smelter setelah dikeluarkannya Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Berikut adalah kesepakatan antara pemerintah dan Freeport yang telah dicapai:
1. Landasan hukum yang mengatur hubungan antara Pemerintah dan PT Freeport Indonesia akan berupa Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), bukan berupa Kontrak Karya (KK).
2. Divestasi saham PT Freeport Indonesia sebesar 51% untuk kepemilikan Nasional Indonesia. Hal-hal teknis terkait tahapan divestasi dan waktu pelaksanaan akan dibahas oleh tim dari Pemerintah dan PT Freeport Indonesia.
3. PT Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian atau smelter selama 5 tahun, atau selambat-lambatnya sudah harus selesai pada 2022, kecuali terdapat kondisi force majeur.
4. Stabilitas Penerimaan Negara. Penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui Kontrak Karya selama ini, yang didukung dengan jaminan fiskal dan hukum yang terdokumentasi untuk PT Freeport Indonesia.(Red)