LOMBOK,LENTERAJABAR.COM-Wakil Ketua Komisi X DPR RI, Abdul Fikri Faqih mendesak kementerian keuangan merealisasikan dana bantuan pendidikan untuk Lombok sesuai janji. “Sebelumnya Menkeu bilang dana siap pakai dicairkan Rp. 230 miliar ke Kemendikbud, faktanya belum ada,” kata Fikri usai kunjungan kerja spesifik Komisi X ke Lombok, Selasa (4/9).
Dana siap pakai yang dimaksud adalah komitmen Kemenkeu untuk rehabilitasi bencana gempa di Lombok sebesar Rp. 1 triliun. Anggaran tersebut diambil dari dana cadangan di APBN yang disiapkan pemerintah sebesar Rp. 3,3 triliun khusus untuk penanganan bencana selama 2018.
Fikri mengaku sudah mengkonfirmasi hal itu langsung ke Kemendikbud ketika rapat kerja pada Rabu pekan lalu. Dan hasilnya, dana siap pakai tersebut belum ditransfer ke Kemendikbud.
Fikri menjelaskan, pada rapat kerja tersebut, Kemendikbud berkomitmen untuk menyalurkan duit sebesar Rp. 229 miliar untuk penanganan infrastruktur pendidikan di Lombok pasca gempa. “Namun, itupun dari optimalisasi APBN 2018 melalui perubahan DIPA,” ujar wakil rakyat dari PKS ini.
Fikri menambahkan, dilihat dari prosesnya, dana optimalisasi perlu diusulkan dulu ke dewan, untuk kemudian dibahas bersama melalui rapat kerja. “Jadi sifatnya tidak instan dan bisa jadi lama,” imbuhnya.
Menurut Fikri, penanganan bencana sifatnya cepat tanggap, maka seharusnya dana on-call (siap pakai) yang dicairkan, bukan dengan optimalisasi anggaran.
Karena itu, semestinya dana bencana tidak melalui mekanisme pembahasan anggaran yang berliku , tetapi langsung dicairkan sesuai kebutuhannya. “Apalagi melihat kondisi infrastruktur pendidikan di Lombok yang rusak parah, kita harus selamatkan nasib pendidikan anak-anak korban gempa di sana dengan segera,” ujar Fikri.
Kondisi Terkini di Lombok
Berdasarkan data yang didapat Komisi X DPR RI saat kunjungan kerja ke Lombok 1-3 September 2018 kemarin, terdapat 977 sekolah dan satuan pendidikan yang terdampak gempa. Sebanyak 3.655 ruang kelas rusak, 1.806 diantaranya rusak parah, 891 rusak sedang, dan 958 rusak ringan.
Gempa berkekuatan 7 skala Richter pada 5 Agustus 2018 dan disusul 6,9 skala Richter pada 19 Agustus, menyebabkan 40.225 siswa dan guru mengungsi. “Namun, karena beberapa kali gempa dan rawannya bangunan sekolah yang ambruk akibat gempa, hampir semua sekolah meliburkan siswa,” kata Fikri.
Selain itu, banyak korban gempa yang trauma tinggal di dalam rumah atau bersekolah di dalam gedung, karena kuatir roboh. “Hal ini menyebabkan bisa dibilang seluruh siswa dan perangkat pendidikan di Lombok terdampak.” Bila demikian maka jumlahnya mencapai 145.452 siswa terdampak.
Saat ini aktifitas belajar mengajar dilakukan di bawah tenda-tenda darurat. Menurut data pos pendidikan gempa lombok, dibutuhkan setidaknya 557 tenda sekolah darurat beserta 557 perlengkapan belajar. Update terakhir tenda sekolah darurat baru ada 112 buah, sedangkan yang terpasang baru 45 buah. Sedangkan paket sekolah baru ada 5000 paket, dan yang terdistribusi baru 1.200 paket.
Melihat kondisi tersebut di atas, Fikri mendesak pemerintah segera menyalurkan bantuan pendidikan yang dibutuhkan. “Jadi tolong, jangan lakukan pencitraan lagi soal pemerintah yang dermawan, segera buktikan saja dengan riil,” pungkasnya.(Red)
Dana siap pakai yang dimaksud adalah komitmen Kemenkeu untuk rehabilitasi bencana gempa di Lombok sebesar Rp. 1 triliun. Anggaran tersebut diambil dari dana cadangan di APBN yang disiapkan pemerintah sebesar Rp. 3,3 triliun khusus untuk penanganan bencana selama 2018.
Fikri mengaku sudah mengkonfirmasi hal itu langsung ke Kemendikbud ketika rapat kerja pada Rabu pekan lalu. Dan hasilnya, dana siap pakai tersebut belum ditransfer ke Kemendikbud.
Fikri menjelaskan, pada rapat kerja tersebut, Kemendikbud berkomitmen untuk menyalurkan duit sebesar Rp. 229 miliar untuk penanganan infrastruktur pendidikan di Lombok pasca gempa. “Namun, itupun dari optimalisasi APBN 2018 melalui perubahan DIPA,” ujar wakil rakyat dari PKS ini.
Fikri menambahkan, dilihat dari prosesnya, dana optimalisasi perlu diusulkan dulu ke dewan, untuk kemudian dibahas bersama melalui rapat kerja. “Jadi sifatnya tidak instan dan bisa jadi lama,” imbuhnya.
Menurut Fikri, penanganan bencana sifatnya cepat tanggap, maka seharusnya dana on-call (siap pakai) yang dicairkan, bukan dengan optimalisasi anggaran.
Karena itu, semestinya dana bencana tidak melalui mekanisme pembahasan anggaran yang berliku , tetapi langsung dicairkan sesuai kebutuhannya. “Apalagi melihat kondisi infrastruktur pendidikan di Lombok yang rusak parah, kita harus selamatkan nasib pendidikan anak-anak korban gempa di sana dengan segera,” ujar Fikri.
Kondisi Terkini di Lombok
Berdasarkan data yang didapat Komisi X DPR RI saat kunjungan kerja ke Lombok 1-3 September 2018 kemarin, terdapat 977 sekolah dan satuan pendidikan yang terdampak gempa. Sebanyak 3.655 ruang kelas rusak, 1.806 diantaranya rusak parah, 891 rusak sedang, dan 958 rusak ringan.
Gempa berkekuatan 7 skala Richter pada 5 Agustus 2018 dan disusul 6,9 skala Richter pada 19 Agustus, menyebabkan 40.225 siswa dan guru mengungsi. “Namun, karena beberapa kali gempa dan rawannya bangunan sekolah yang ambruk akibat gempa, hampir semua sekolah meliburkan siswa,” kata Fikri.
Selain itu, banyak korban gempa yang trauma tinggal di dalam rumah atau bersekolah di dalam gedung, karena kuatir roboh. “Hal ini menyebabkan bisa dibilang seluruh siswa dan perangkat pendidikan di Lombok terdampak.” Bila demikian maka jumlahnya mencapai 145.452 siswa terdampak.
Saat ini aktifitas belajar mengajar dilakukan di bawah tenda-tenda darurat. Menurut data pos pendidikan gempa lombok, dibutuhkan setidaknya 557 tenda sekolah darurat beserta 557 perlengkapan belajar. Update terakhir tenda sekolah darurat baru ada 112 buah, sedangkan yang terpasang baru 45 buah. Sedangkan paket sekolah baru ada 5000 paket, dan yang terdistribusi baru 1.200 paket.
Melihat kondisi tersebut di atas, Fikri mendesak pemerintah segera menyalurkan bantuan pendidikan yang dibutuhkan. “Jadi tolong, jangan lakukan pencitraan lagi soal pemerintah yang dermawan, segera buktikan saja dengan riil,” pungkasnya.(Red)