BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,-Bullying atau perundungan masih menjadi persoalan bagi anak-anak, baik menjadi pelaku maupun korban. Dalam menangani masalah tersebut.
UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung menyediakan psikolog dan konselor untuk melayani konsultasi masyarakat terkait bulliying.
"Bagi orang tua yang kebingungan dengan sikap anak lantaran kerap menjadi pelaku bullying bisa berkonsultasi ke P2TP2A Kota Bandung. Nanti tim kita bisa melakukan assesment dan tindakan untuk menangani korban bullying, bahkan ada pengacara untuk mendampingi korban," ungkap Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, Irma Nuryani di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Kamis (6/2/2020).
Menurutnya perlu terus dilakukan sosialisasi dan mendorong terciptanya sekolah ramah anak kepada para pengawas, pemilik ataupun kepala sekolah. Sampai saat ini sudah tercipta 414 sekolah ramah anak di Kota Bandung baik di tingkat SD maupun SMP.
"Ramah anak mulai lingkungan infrastruktur termasuk orang di seluruh lingkungan sekolah. Di beberapa sekolah sudah memulai anak yang akan masuk itu salam pada guru dan dibelai oleh gurunya, supaya ada sentuhan kasih sayang, juga ada ‘icebreaking’ sebelum sekolah supaya ada ikatan kebersamaan dan emosional terjalin dengan baik," tuturnya.
Diakuinya bahwa lingkungan sekolah menjadi tempat yang rentan terjadi bullying. Sehingga pihaknya juga memberi pemahaman kepada sekolah agar lebih intensif memperhatikan kondisi anak didiknya, terlebih apabila timbul gelagat terjadinya bullying.
Irma menjelaskan salah satu ciri yang harus dicermati dari anak korban bullying yakni jika terjadi perubahan sikap menjadi lebih pendiam. Perubahan sikap ini menjadi dampak paling berbahaya akibat dari bullying verbal, ketimbang bullying non verbal atau kekerasan fisik yang tampak secara kasat mata. “Ini semacam sebab akibat, karena awalnya mereka di-bully tapi reaksinya mencari kekuatan lebih akhirnya dengan melakukan bully terhadap orang lain.
Jenjang SMP ini yang rawan, karena mulai saling mengejek lalu di grup WA saling menghina dan biasanya dilanjut dengan perkelahian di luar sekolah," terangnya. Selain itu, Ia menuturkan bahwa DP3APM juga melakukan pendekatan kepada para orang tua.
Ditambahkannya untuk itu, pihaknya mengimbau agar orang tua jangan sampai menelantarkan anaknya atau malah menjadi pelaku bullying, justru harus menjadi orang yang pertama memerhatikan perilaku anaknya. Terutama menekankan agar orang tua harus menjalin komunikasi secara inten bersama anaknya ketika berada di rumah.
Dengan demikian, menjadi bekal untuk berkoordinasi dengan pihak sekolah guna berbagi peran dalam mengawasi kondisi anak. "Kami juga meminta bantuan dimana anak sekolah yang melakukan bullying atau ada yang menjadi korban. JAngan segan orang tua laporkan itu kepada kepala sekolah. Selain itu, lapor ke UPT P2TP2A ke 022-7230876," tambahnya.(Rie/Rel)
UPT Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Bandung menyediakan psikolog dan konselor untuk melayani konsultasi masyarakat terkait bulliying.
"Bagi orang tua yang kebingungan dengan sikap anak lantaran kerap menjadi pelaku bullying bisa berkonsultasi ke P2TP2A Kota Bandung. Nanti tim kita bisa melakukan assesment dan tindakan untuk menangani korban bullying, bahkan ada pengacara untuk mendampingi korban," ungkap Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Pemberdayaan Masyarakat (DP3APM) Kota Bandung, Irma Nuryani di Balai Kota Bandung, Jalan Wastukancana, Kamis (6/2/2020).
Menurutnya perlu terus dilakukan sosialisasi dan mendorong terciptanya sekolah ramah anak kepada para pengawas, pemilik ataupun kepala sekolah. Sampai saat ini sudah tercipta 414 sekolah ramah anak di Kota Bandung baik di tingkat SD maupun SMP.
"Ramah anak mulai lingkungan infrastruktur termasuk orang di seluruh lingkungan sekolah. Di beberapa sekolah sudah memulai anak yang akan masuk itu salam pada guru dan dibelai oleh gurunya, supaya ada sentuhan kasih sayang, juga ada ‘icebreaking’ sebelum sekolah supaya ada ikatan kebersamaan dan emosional terjalin dengan baik," tuturnya.
Diakuinya bahwa lingkungan sekolah menjadi tempat yang rentan terjadi bullying. Sehingga pihaknya juga memberi pemahaman kepada sekolah agar lebih intensif memperhatikan kondisi anak didiknya, terlebih apabila timbul gelagat terjadinya bullying.
Irma menjelaskan salah satu ciri yang harus dicermati dari anak korban bullying yakni jika terjadi perubahan sikap menjadi lebih pendiam. Perubahan sikap ini menjadi dampak paling berbahaya akibat dari bullying verbal, ketimbang bullying non verbal atau kekerasan fisik yang tampak secara kasat mata. “Ini semacam sebab akibat, karena awalnya mereka di-bully tapi reaksinya mencari kekuatan lebih akhirnya dengan melakukan bully terhadap orang lain.
Jenjang SMP ini yang rawan, karena mulai saling mengejek lalu di grup WA saling menghina dan biasanya dilanjut dengan perkelahian di luar sekolah," terangnya. Selain itu, Ia menuturkan bahwa DP3APM juga melakukan pendekatan kepada para orang tua.
Ditambahkannya untuk itu, pihaknya mengimbau agar orang tua jangan sampai menelantarkan anaknya atau malah menjadi pelaku bullying, justru harus menjadi orang yang pertama memerhatikan perilaku anaknya. Terutama menekankan agar orang tua harus menjalin komunikasi secara inten bersama anaknya ketika berada di rumah.
Dengan demikian, menjadi bekal untuk berkoordinasi dengan pihak sekolah guna berbagi peran dalam mengawasi kondisi anak. "Kami juga meminta bantuan dimana anak sekolah yang melakukan bullying atau ada yang menjadi korban. JAngan segan orang tua laporkan itu kepada kepala sekolah. Selain itu, lapor ke UPT P2TP2A ke 022-7230876," tambahnya.(Rie/Rel)