Ket foto :Perwakilan Aliansi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta Se-Jawa Barat mengadukan keberatan mereka soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) saat audensi di DPRD Jabar beberapa waktu lalu. |
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,--Perwakilan Aliansi Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta Se-Jawa Barat mengadukan keberatan mereka soal Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang tetap diberlakukan selama pandemi kepada anggota komisi X DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah.
“Kami sangat keberatan dengan UKT yang tetap diberlakukan ini, padahal keluarga kami ikut terdampak pandemi Covid-19, pemasukan keluarga berkurang sementara pengeluaran tidak berubah bahkan cenderung bertambah dengan adanya kebutuhan perkuliahan jarak jauh seperti kebutuhan pulsa dan kuota,” kata salah satu perwakilan mahasiswa dari Unisba.
Uang Kuliah Tunggal, semacam SPP pada sekolah menengah, yang dikenakan pada para mahasiswa dari berbagai kampus ini beragam jumlahnya, rata-rata antara 3 hingga 7.5 juta rupiah per semester.
“Kami berharap ada kebijakan penghapusan UKT atau setidaknya pengurangan yang cukup signifikan. Kami bahkan sudah beberapa kali mengirim perwakilan ke pihak kampus tetapi belum ada titik temu. Ada kampus yang hanya memberi potongan UKT 10% bila orangtua kena PHK, ada yang memberi potongan 25% tapi hanya bagi yang orangtuanya meninggal karena covid. Sementara masih banyak juga yang tidak memberikan potongan dan terus menagih sehingga banyak rekan mahasiswa yang terancam tak bisa ikut kuliah, tak bisa ikut ujian karena masalah tunggakan UKT dan menurut data yang kami kumpulkan sekitar 30% mahasiswa PTS se-Jabar akhirnya memilih cuti kuliah karena hambatan biaya.” Tambah salah satu perwakilan aliansi lainnya yang berasal dari kampus Unikom.
Para mahasiswa ini lantas silih berganti menceritakan kesulitan yang mereka dan rekan-rekan mereka alami. Selain persoalan biaya UKT, mereka juga harus menghadapi persoalan peningkatan biaya pulsa dan kuota, persoalan biaya hidup termasuk kos bagi mahasiswa daerah padahal banyak dari para mahasiswa ini yang orangtuanya tengah kesulitan keuangan karena terdampak pandemi.
Ledia Hanifa yang menerima kehadiran mereka di tengah masa resesnya di Kota Bandung Selasa (28/7/2020) menyampaikan dukungannya pada para mahasiswa sekaligus memberikan penjelasan terkait situasi kependidikan di Indonesia utamanya di masa pandemi.
“Yang pertama dibutuhkan adalah kesabaran dan saling kesepahaman antara rekan-rekan mahasiswa dan kampus. Sebab saat ini boleh dikata semua pihak terdampak. Orangtua dan mahasiswa terdampak pandemi hingga keberatan dengan biaya kuliah. Di sisi lain kampus pun, terutama Perguruan Tinggi Swasta terdampak, karena bagi mereka SPP adalah salah satu andalan untuk menutup biaya operasional. Bahkan negara kita pun sedang terdampak hingga Kementerian Pendidikan termasuk yang paling besar potongan anggarannya, sampai 5 Triliun.”
Lebih lanjtut Ledia menjelaskan bahwa Pemerintah pun relatif tidak mudah melakukan intervensi pada Perguruan Tinggi Swasta, karena meskipun menaungi seluruh peserta didik secara nasional tetapi tanggungjawab utama mereka berdasarkan Undang-undang berfokus pada sekolah dan perguruan tinggi negeri.
“Ada satu skema yang bisa diajukan untuk membantu para mahasiswa di perguruan tinggi swasta yaitu lewat Program Bantuan UKT dengan besaran 2,4 juta rupiah per mahasiswa untuk satu semester gasal di 2020 ini. Sayangnya tidak semua perguruan tinggi swasta bersedia menerima program Bantuan UKT ini. Kemungkinan karena ada ketentuan bahwa selisih biaya yang kurang harus ditanggung kampus dan tidak boleh ditagihkan lagi ke mahasiswa.”
Sekretaris Fraski PKS ini kemudian berjanji akan menjalin komunikasi pada pihak L2Dikti agar L2Dikti bisa membuka komunikasi dengan pihak perguruan tinggi swasta untuk mencari jalan keluar terbaik yang bersifat _win-win solution_ bagi kampus dan mahasiswa. Termasuk agar kampus siap membuka diri pada program Bantuan UKT dan meluaskan sayap jaringan agar bisa mendapat bantuan CSR dari berbagai perusahaan termasuk BUMN.(Red/Ril)