JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,--Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil memaparkan tiga inovasi penyelenggaraan pembangunan di Jabar untuk kompetisi "Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2020" melalui video conference dari Kantor Badan Penghubung Provinsi Jabar di Jakarta Pusat, Kamis (2/7/2020).
Tiga inovasi untuk kompetisi yang digelar oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) Republik Indonesia ini adalah aplikasi Sambara (Samsat Mobile Jabar), program One Pesantren One Product (OPOP), dan Sibulubabeh (Aplikasi Produksi, Distribusi, dan Evaluasi Bantuan Benih).
“Provinsi Jabar masuk tiga inovasi untuk kompetisi inovasi dari Kemenpan-RB. Pertama, inovasi pajak online (Sambara), kedua tentang inovasi distribusi benih kopi secara digital (Sibulubabeh), dan ketiga tentang program pemberdayaan ekonomi pesantren (OPOP),” ujar Kang Emil --sapaan Ridwan Kamil.
Dirinya pun berharap, tiga inovasi pembangunan dari Jabar ini bisa lanjut mengamankan Top 45 atau posisi 45 besar.
Terkait aplikasi Sambara, inovasi dari Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Jabar ini dibuat untuk mendukung tren frekuensi dan konektivitas masyarakat dengan teknologi digital mobile sehingga birokrasi, pemberkasan, waktu, dan biaya akan mudah, cepat, dan praktis untuk dilakukan. Hal ini menjadi solusi jumlah kelurahan/desa dan kecamatan di kabupaten/kota se-Jabar yang banyak.
“Jawa Barat itu sangat kompleks situasinya. Penduduk yang tinggal di gunung masih banyak, di bukit-bukit, di pedesaan, sehingga selalu menjadi pertanyaan saya bagaimana melakukan pelayanan publik dengan mudah dan cepat tapi tidak merepotkan,” ujar Kang Emil dalam presentasinya.
“Selama ini, untuk pembayaran pajak kendaraan bermotor yang memang menjadi domain provinsi, orang harus turun gunung selama satu hari hanya untuk urusan bayar-membayar,” tambahnya.
Sambara pun memiliki keunikan dan kebaruan yakni mampu mempercepat dan mempermudah masyarakat membayar Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) tahunan agar tepat waktu dan tepat jumlah di mana pun dan kapan pun. Dengan begitu, masyarakat akan terbebas dari antrean datang ke kantor Samsat.
Sambara pun sudah bekerja sama tidak hanya dengan bank konvensional, tapi juga dengan minimarket dan aplikasi dari perusahaan digital yang biasa digunakan oleh warga Jabar.
“Kelebihan dari program ini, kami melakukan pencerminan kepada kebiasaan warga. Kebiasaan (warga) bayarnya di Tokopedia, lalu kami meng-connect-kan fasilitas ini kepada warga Jabar yang biasa di Tokopedia, kalau mereka biasa melakukan transaksi online di Bukalapak, kita mirroring pelayanan ini di Bukalapak,” tutur Kang Emil.
“Jika biasanya ke minimarket yang dekat dari rumah di kampungnya, maka kita mirroring pelayanan ini di minimarket-minimarket. Nah, itulah kelebihan ini menyebabkan rakyat tidak perlu repot karena negara hadir dalam kebiasaan-kebiasaan digital mereka,” katanya.
Berdasarkan data Bapenda Jabar, setelah penerimaan PKB meningkat sejak munculnya aplikasi Sambara. Di masa pandemi COVID-19 ini, Kang Emil pun berujar bahwa PKB Jabar turut naik karena kemudahan pembayaran pajak kendaraan melalui aplikasi Sambara.
“Dulu sebelum ada konsep ini penerimaan kami ada di 200 ribu pengguna dan Rp114 miliar. Dalam hitungan satu tahun, naik lebih dari dua kali lipat (penerimaan) di Rp400 Miliar dan baru bulan keenam (2020) ini juga sudah melebihi target dari tahun 2019,” ucap Kang Emil.
“Dan berita baiknya selama pandemi COVID-19 pendapatan kami bukannya turun, justru naik. Walaupun ekonomi (warga) terdampak (pandemi), tetap melaksanakan kewajiban pembayaran dan (kesadaran membayar) meningkat ketika ada perubahan. Jadi, kalau kita permudah ternyata pendapatan negara naik,” tuturnya.
Sementara terkait OPOP, Kang Emil menjelaskan, program di bawah naungan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Jabar ini bertujuan untuk memandirikan pesantren melalui sebuah upaya ekonomi.
Dengan sekitar 8.264 pesantren atau 82,2 persen dari total populasi pesantren di Indonesia yang tercatat oleh Kementerian Agama Republik Indonesia, pesantren di Jabar memiliki peran strategis dalam meningkatkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) dari sektor pendidikan dan ekonomi.
“Jadi santri itu tidak hanya ahli Kitab Kuning, tapi juga punya kemampuan bisnis. Pada akhirnya bertujuan agar IPM (Indeks Pembangunan Manusia) naik,” ucap Kang Emil.
Konsep bisnis yang diterapkan dalam OPOP sendiri berbeda dengan konsep bisnis biasanya di mana produksi dilakukan terlebih dahulu baru kemudian dipasarkan. Alih-alih, Pemerintah Daerah Provinsi Jabar lebih dulu mencari pembeli untuk selanjutnya pesantren memproduksi barang sesuai dengan pesanan pembeli.
“Tugas pemerintah provinsi menghadirkan maket intelligence supaya tahu barang yang laku apa, dibeli pasti oleh siapa, untuk dicarikan pesantren mana yang akan memproduksi apa,” kata Kang Emil.
Setahun setelah diluncurkan, OPOP pun berhasil melahirkan kurang lebih 1.000 pesantren yang memiliki usaha dengan melibatkan pesantren-pesatren yang telah mandiri secara ekonomi sebagai mentornya.
“Target saya sebagai gubernur dalam lima tahun adalah 5 ribu pesantren (dalam program OPOP). Kami juga punya cita-cita go global, maka (pesantren) terbaik kami kirim ke luar negeri juga. Contohnya sudah ada yang ke Turki untuk pameran dan produk-produknya banyak diminati karena market intelligence yang kita lakukan,” ujarnya.
Sementara Sibulubabeh merupakan salah satu sistem yang dibuat oleh Dinas Perkebunan Provinsi Jabar yang bertujuan untuk memudahkan, meningkatkan efisiensi, dan efektifitas penyaluran benih khususnya untuk komoditas kopi.
Untuk diketahui, sektor perkebunan merupakan salah satu keunggulan di Jabar. Untuk itu, strategi dan inovasi yang baik diperlukan untuk mengembangkan potensi perkebunan dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, Sibulubabeh juga bertujuan merespons kebutuhan benih, percepatan produksi benih, transparansi distribusi benih, mengevaluasi tingkat keberhasilan, mengukur pertumbuhan ekonomi produksi perkebunan, pemberdayaan masyarakat, dan kesempatan kerja bagi masyarakat.
Kang Emil pun berharap Sibulubabeh bisa mewujudkan visi Jabar sebagai penghasil kopi terbaik dan terbanyak dunia melalui sistem pengawasan produksi dan distribusi benih yang terkelola dengan baik.
“Dengan digital Sibulubabeh ini, maka kita tahu (ibaratnya) KTP si pohon itu bagaimana, sesuai harapan atau tidak (pertumbuhannya), sehingga produksi benih bisa didata, distribusi bisa dicek, evaluasi di lapangan langsung di-upload ke aplikasi,” ucap Kang Emil.
“Kemudian, kami mengonversi tanah-tanah yang belum ditanam dengan proposal penambahan, sehingga suatu hari dalam lima atau sepuluh tahun Jawa Barat kembali lagi sebagai pemroduksi kopi terbanyak dan terbaik dunia,” tegasnya.
Untuk dapat memanfaatkan Sibulubabeh, masyarakat atau kelompok tani lebih dahulu menyampaikan proposal yang telah divalidasi oleh tim lapangan Dinas Perkebunan di daerah untuk selanjutnya di-input dan diverifikasi oleh tim teknis provinsi.
Kemudian, provinsi menyiapkan benih yang berkualitas dan bersertifikat asal kebun sumber benih yang legal dan benih siap salur itu akan didistribusikan kepada kelompok tani penerima bantuan. Lalu kelompok tani dan petugas lapangan melakukan monitoring terhadap perkembangan benih tadi.
Hasilnya, informasi data perkembangan benih yang dulu sulit didapat dan diprediksi kini tersusun rapi dalam satu database dengan adanya Sibulubabeh. Dengan begitu, pengawasan menjadi mudah dan informasi perbenihan tanaman dapat diakses di mana pun dan kapan pun melalui gawai masing-masing.
Aplikasi Sibulubabeh ini telah direplikasi secara vertikal antara lain oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur dan Sukabumi untuk komoditas kopi dan teh. Sementara replikasi secara horizontal dilaksanakan oleh seluruh provinsi di Tanah Air yang menangani bidang perkebunan dengan difasilitasi Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Selain itu, Sibulubabeh juga telah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kementeriam Hukum dan HAM Republik Indonesia dan telah bersertifikat sebagai HKI milik Provinsi Jabar.(Rie/Red)