Caption : Kepala BNPT Komjen Boy Rafli saat bicara di Webinar Sosialisasi Perpres Nomor 7 Tahun 2021 terkait RANPE, Jumat 5 Februari 2021. (Dok. Istimewa)
JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,--Terkait
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 yang diterbitkan
Presiden Jokowi tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Ekstremisme (RANPE), Kepala Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) Komjen Boy Rafli Amar menyambutnya dengan baik.
Dalam acara Webinar Sosialisasi Perpres Nomor 7 Tahun 2021 terkait RAN PE, Jumat (5/2/2021), Boy Rafli mengatakan, "Perpres ini dapat dikatakan sebagai kebijakan nasional yang berisi upaya yang komprehensif sistematis dimana upaya tingkatkan perlindungan negara terhadap warga negara dari ancaman terorisme."
Boy Rafli juga mengatakan, di dalam Perpres banyak mengandung hal yang mengarah ke langkah pencegahan, koordinasi, peningkatkan kapasitas di antara pemangku kepentingan serta mengedepankan kerjasama.
Seperti dikatakan oleh Boy Rafli, ancaman penyebaran ekstremisme tidak memilih korbannnya. Berbagai elemen masyarakat disebutkannya bisa terpengaruh dan tidak sadar mengikuti gerakan ekstremisme. Kondisi itu bukan hanya terjadi di Indonesia melainkan sudah dalam skala global.
"Dampaknya nyata, mendatangkan korban. Karena radikalisme ubah alam pikiran orang dan cara-cara kekerasan di dalam lakukan aktivitas upaya capai tujuan," kata Boy Rafli.
Lebih lanjut Mantan Kapolda Papua tersebut mengatakan bahwa cara penyebaran gerakan ekstremisme itu dengan mengendalikan pola pikir seseorang kemudian terus meyakinkan kalau melakukan hal tersebut bisa masuk surga. Cara-cara seperti itu tidak disadari sudah masuk ke dalam kehidupan masyarakat. Di Indonesia sendiri sudah ditemukan beberapa kelompok radikalisme yang menyasar generasimuda.
"Ia yakin ketika diberi pemahaman, kemudian jadi berubah cara berpikirnya bukan ekstrim yang konotasinya damai atau moderat tapi yang mengatakan setuju kekekasan. Ketika itu maka ia bisa jadi pelaku kekerasan. Itulah nanti berakhir ke aksi terorisme, itu tidak kita ingin terjadi jadi fokus ke terjadinya terwujudnya upaya bantuan simpati persetujuan terhadap kekerasan yang dilakukan kelompok terorisme," kata Boy Rafli.
Selain itu, Boy Rafli mengatakan, sebanyak hampir 2 ribu penduduk di Indonesia terlibat tindak pidana terorisme pada 20 tahun terakhir. Mayoritas mereka berangkat ke Irak dan Suriah dan tercatat ada 1.250 orang di antaranya sudah meninggal dunia saat ditahan.
"Ini adalah akibat proses radikalisasi masif baik face to face maupun dari medsos," kata Boy Rafli.
Kondisi yang tidak berbeda jauh juga terjadi di Indonesia. Di mana para pengikut kelompok radikalisme itu berupaya untuk mati jihad dengan melakukan aksi bom bunuh diri di tempat-tempat yang sudah ditargetkan. Tidak sedikit pula mereka memanfaatkan anak-anak di bawah umur untuk menjadi pelakunya.
Dengan adanya Perpres tersebut, maka Pemerintah bakal melakukan upaya preventif dalam bekerjasama dengan semua pihak guna membangkitkan sikap resisten terhadap radikalisasi.
"Jadi dalam masyarakat itu diharapkan resisten terhadap adanya penyebarluasan paham radikal, jadi jangan sampai ada orang yang melakukan radikalisasi bahkan dalam proses radikalisasi itu bisa menyalahgunakan teks agama kemudian masyarakat kita tidak waspada," kata Boy Rafli.