![]() |
Caption : Ketua TP-PKK Kota Bandung, Siti Muntamah Oded |
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,--Ketua TP-PKK Kota Bandung, Siti Muntamah Oded mengungkapkan, ada beberapa faktor yang menyebabkan angka stunting kian hari kian meningkat. Apalagi di masa pandemi Covid-19.
Bahkan,
Indonesia menjadi penyumbang manusia pendek terbesar di dunia, yakni
menduduki urutan ke-4 bahkan naik menjadi urutan ke-3.
"Pertama
pola asuh, literasi gizi, faktor ekonomi karena daya beli rendah dan
terbatas, dan ketahanan pangan kurang,"tutur Umi sapaan akrab perempuan ini biasa disapa di Pendopo Kota
Bandung, Rabu 24 Februari 2021.
Perlu
diketahui, angka stunting di Indonesia masih cukup tinggi. Oleh
karenanya, diperlukan peran serta dari semua pihak untuk menuntaskan
permasalahan gizi dan pencegahan stunting pada anak.
Menurut
hasil riset Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) Kementerian
Kesehatan yang dilakukan pada 2019, terdapat 5 juta bayi yang lahir di
Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 27,6 persen di
antaranya dalam kondisi stunting. Angka itu masih jauh dari standard WHO
yang seharusnya di bawah 20 persen.
Sedangkan
di Kota Bandung, berdasarkan data yang dihimpun TP-PKK, sebanyak 8.434
anak dalam kondisi stunting dan di tahun 2020 hasil pengukuran di masa
pandemi mengalami kenaikan sebesar 2,39 persen.
"Tertinggi Babakan Ciparay dan Kiaracondong, kawasan yang padat-padat masih tertinggi," jelasnya.
Menurut
Siti, untuk pola, masyarakat saat ini lebih senang mengonsumsi junk
food atau makanan-makanan yang serba instan. Sehingga mereka
mengesampingkan makanan dasar.
"Padahal
yang namanya makanan dasar itu sangat penting untuk pertumbuhan anak.
Sekarang ini kita maunya yang instan dan dimudahkan oleh teknologi,"
tuturnya.
Untuk itu,
melalui program Bandung Tanginas (Tanggap Stunting Dengan Pangan Aman
dan Sehat) yang digagasnya, TP-PKK Kota Bandung terus menyosialisasikan
isi piringku, yaitu B2SA (Beragam Bergizi Seimbang Aman).
"Bukan
hanya mengedukasi tetapi merubah budaya, bahwa makanan pertama di pagi
hari itu adalah makanan yang bergizi yaitu mewakili isi piringku 50
persennya buah dan sayur, protein dan 11 persen saja karbohidratnya,"
ungkapnya.
Selanjutnya yaitu literasi gizi masyarakat yang rendah menjadi faktor penyebab angka stunting terus bertambah.
"Kemudian
faktor ekonomi, dengan adanya pandemi Covid-19 yang paling terasa itu
dampak ekonomi. Daya beli masyarakat menjadi kurang," imbuhnya.
Dengan demikian, Pemerintah Kota Bandung terus fokus dalam menekan angka stunting.
Berbagai
upaya telah dilakukan, di antaranya yaitu melalui program Ojek Makanan
Balita (Omaba), Bekal Anak Sekolah Bergizi, enak dan Murah (Beas
Bereum), Remaja Bandung Unggul Tanpa Anemia (Rembulan) dan Studi
Intensif Gizi Untuk Remaja Indonesia Hebat (Sigurih).
"Tapi
ada yang menarik, di Kota Bandung ini lahir sebuah program yang sangat
cerdas yaitu menghadirkan ketahanan pangan berbasis keluarga bernama
Buruan SAE," terangnya.
"Minimal dalam jangka panjang, kebutuhan sayur dan kebutuhan protein bisa di selang-seling," imbuhnya.
Melalui
program Bandung Tanginas juga, kata Siti, pihaknya memberikan berbagai
upaya penanganan agar Kota Bandung bisa zero stunting.
Mulai dari jangka pendek yaitu memberikan makanan secara langsung kepada keluarga penderita stunting.
Kemudian
untuk jangka panjang, yaitu dengan memberikan edukasi ketahanan pangan
berbasis halaman atau ruang-ruang terbuka milik kelurahan.
"Kita
memberikan pelatihan kepada keluarga-keluarga stunting supaya memiliki
skill. Dengan skill itu supaya mereka mampu menghadirkan pendapatan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya," terangnya.(Rie/Red)