JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,--Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tata Cara Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, Pemasangan Alat Pendeteksi Elektronik, Rehabilitasi, dan Pengumuman Identitas Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Anak. Untuk menindaklanjuti pelaksanaan PP tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengapresiasi komitmen dan upaya Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang tengah merancang Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia.
“Kami mengapresiasi upaya dan komitmen Kemenkes yang tengah merancang Permenkes terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia. Kemenkes menjadi salah satu aktor kunci dalam pelaksanaan tindakan kebiri kimia. Kami berharap peraturan tersebut dapat segera diharmonisasikan dan dilaksanakan dengan baik. Kemen PPPA siap mendukung pelaksanaan Permenkes terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia. Ini demi kebaikan bagi anak-anak kita,” ujar Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kemen PPPA, Nahar saat melakukan audiensi dengan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan Selasa (2/3/2021).
Terdapat 3 (tiga) kementerian yang menjadi aktor utama dalam melaksanakan PP terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia, yakni Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, dan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Dalam hal ini, Kemen PPPA ditugaskan untuk melakukan koordinasi dan pengawalan terhadap penyelesaian PP Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia sesuai dengan perundang-undangan perlindungan anak.
Direktur Jenderal P2P Kementerian Kesehatan, dr. Maxi Rein Rondonuwu mengatakan bahwa Permenkes nantinya akan lebih banyak membahas persiapan psikiatri terpidana tindakan kebiri, kecakapan mental terpidana tindakan kebiri, serta kelayakannya. Ia mengingatkan bahwa PP terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia harus didalami secara komprehensif.
“PP terkait Pelaksanaan Tindakan Kebiri Kimia harus kita dalami secara komprehensif, karena melibatkan banyak sektor. Jika terpidana layak untuk dilakukan kebiri kimia, maka pelaksanaan tindakan kebiri kimia harus dilakukan di rumah sakit. Jika tidak layak, maka harus dilakukan kaji ulang. Hal ini juga memerlukan pengaturan Standar Operasional Prosedurnya (SOP). Kriteria kelayakannya pun harus diatur indikatornya. Hal ini harus ditetapkan secara objektif dan melalui kajian ilmiah,” jelas dr. Maxi.
Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan, dr. Siti Khalimah menambahkan bahwa pihaknya akan membuat detail terkait kesiapan terpidana secara psikologis untuk dilakukan tindakan kebiri kimia. Ia juga mengatakan bahwa tindakan kebiri kimia juga membutuhkan rekomendasi dari dokter yang memeriksa kondisi fisik terpidana.
“Kami juga akan menyusun petunjuk teknis (juknis) terkait rehabilitasi agar terpidana yang mendapat tindakan kebiri bersikap kooperatif dengan tindakan kebiri kimia serta terpidana mampu menerima perubahan psikologis yang dialami akibat tindakan kebiri kimia,seperti ketidakstabilan emosional, sehingga jika membutuhkan penanganan harus kita tangani,” terang dr. Siti Khalimah.
Nahar menambahkan dalam proses pelaksanaan tindakan kebiri kimia harus melibatkan pihak Kejaksaan dan Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Hal ini karena berkaitan dengan penetapan kelayakan terpidana untuk dilakukan kebiri kimia dan mengingat pelaksanaannya dilakukan di rumah sakit.(Rie/Red)