Caption : Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Bandung Ema Sumarna saat memantau Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) |
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,--Untuk dapat menyelenggarakan Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT), sekolah harus menyiapkan infrastruktur protokol kesehatan.
Namun selain itu, juga wajib merancang skema agar tidak terjadi kerumuman saat siswa berada di sekolah.
Seperti yang dilakukan SD Santo Yusup Bandung. Di sekolah ini, peserta PTMT bukan hanya dibatasi jumlahnya saja dengan maksimal 30 persen dari kapasitas daya tamping ruang kelas. Namun, pelaksanaan PTMT dalam satu hari hanya diikuti oleh dua kelas saja.
Kepala Sekolah SD Santo Yusup Bandung, Yohana Dhita menuturkan, dalam satu hari hanya diselenggarakan satu sesi PTMT, yakni selama dua jam saja.
Pengaturan dua kelas dilakukan secara bergantian dengan hari yang berbeda.
“Satu hari itu cuma dua kelas. Sekarang hari Senin masuk kelas 1 dan 6. Hari Selasa giliran kelas 2 dan 4. Hari berikutnya giliran masuk kelas 3 dan 5. Seterusnya begitu bergantian,” jelas Yohana di SD Santo Yusup Bandung, Senin, 7 Juni 2021.
Yohana melanjutkan, proses pembelajaran juga berkonsep hybrid learning. Siswa peserta PTMT dengan yang menjalani Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) secara daring mendapatkan keseragaman materi di waktu yang bersamaan.
Tak hanya itu, proses briefing para Pendidik dan Tenaga Kependidikan (PTK) di SD Santo Yusup ini juga secara daring.
“Hybrid learning itu dalam satu waktu kita bertatap muka dengan anak, dan anak di rumah juga mendapatkan materi yang sama seperti diajarkan di kelas. Jadi materi di kelas diberikan guru itu juga disiarkan secara langsung,” ujarnya.
Tak hanya proses pembelajaran saja yang diatur, Yohana mengungkapkan, pola pengantaran dan penjemputan orang tua juga diatur agar lebih tertib dan tidak diperkenankan menunggu di sekolah.
“Buat yang 'ngedrop' anaknya itu masuk dari pintu Katedral (Jalan Merdeka), dan pulang lewat pintu Jalan Jawa,” ungkapnya.
Menurutnya, dari 321 orang siswa di SD Santo Yusup, hanya 30 persen peserta didik yang mendapatkan izin dari orang tua untuk mengikuti PTMT.
“Paling banyak karena alasan kesehatan. Orang tua tidak mau ambil risiko. Karena kita juga diinstruksikan untuk memeriksa lebih dalam ke lingkungan keluarganya dan memastikan keamanan siswa yang ikut (PTMT),” bebernya.
Pola hampir serupa juga diterapkan SDN 065 Cihampelas. Di sekolah ini, satu hari hanya menyertakan dua kelas untuk mengikuti PTMT.
Perbedaanya, di SDN 065 Cihampelas ini satu hari dibagi dalam dua sif. Yakni di sesi pertama satu kelas mengikuti PTMT pukul 07.00 WIB - 09.00 WIB. Kemudian satu kelas berikutnya di jam 10.00 WIB – 12.00 WIB.
“Dari total 484 siswa di sekolah ini, sehari hanya 60 siswa yang ikut. Dalam satu ruangan kelas juga paling banyak hanya ada untuk 10 siswa saja,” ungkap Kepala Sekolah SDN 065 Cihampelas, Helmi Ramlan.
Helmi memaparkan, pada PTMT ini hanya diikuti oleh siswa di kelas 3, 4, 5, dan 6 saja. Sedangkan siswa kelas 1 dan 2 masih mengikuti pembelajaran daring.
“Untuk kelas 1 dan kelas 2 itu belum kita ikutsertakan karena masih kecil. Karena pasti ada yang masih ditunggui orang tua dan sebagainya," terangnya.
"Sebanyak 93 persen orang tua mengizinkan. Jumlah ini dinamis dan akan kita 'update' terus,” imbuhnya.
Menurut Helmi, pengaturan peserta PTMT di setiap kelas juga dilaksanakan secara bergantian. Sebagai contohnya, 10 siswa kelas 6 yang mengikuti PTMT pada hari ini akan berbeda dengan 10 siswa yang ikut dalam kesempatan di hari berikutnya.
“Satu kelas juga kita bagi tiga. Jadi dalam satu kelas itu yang ikut sekolah sekarang pasti berbeda saat giliran di hari berikutnya. Dan itu terus kita putar secara bergiliran,” jelasnya.(Rie/Red)