oleh: Daddy Rohanady Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD Provinsi Jawa Barat
IRONIS adalah ungkapan singkat dan tepat untuk pengelolaan sumber daya air di Jawa Barat. Betapa tidak, Jabar merupakan lumbung padi nasional. Sayangnya, daerah irigasinya tidak terkelola dengan baik. Kondisi bendung dan pintu airnya masih banyak yang tidak terurus.
Sebagai
contoh adalah daerah irigasi (DI) Cisamaya bendung Cidogdog di Desa Cisaat
Kecamatan Dukuhpuntang Kabupaten Cirebon. Demikian pula dengan DI Leuwijawa di
Desa Cimara Kecamatan Mandirancan Kabupaten Kuningan. Kedua DI tersebut
termasuk UPTD PSDA Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung.
Kedua
DI tersebut mayoritas mengairi persawahan di Kabupaten Cirebon karena airnya
mengairi sawah-sawah di wiliyah hilirnya. Sayangnya, kondisi bendung dan pintu
airnya tidak ideal. Palang pintu bendung terbuat dari gedebong pisang. Selain
itu, ulir pintu airnya banyak yang sudah hilang. Dengan demikian pintu air
tersebut tidak bisa lagi menjadi pintu air pengatur dalam pendistribusian air.
Bahkan, bendung tak lagi bisa digunakan untuk
menjadi pengatur tinggi muka air yang juga merupakan pengaturan stok/cadangan
air. Selain itu, kondisi daerah irigasinya juga menjadi tidak optimal karena
jaringan irigasi (konjar) yang ada sudah banyak “terkoyak” di sana-sini.
Inilah ironisnya. Padahal di sisi lain, APBD Jabar tahun 2021
sebesar Rp 44 triliun lebih. Dengan masih banyak kondisi DI dan pintu air yang
sangat memprihatinkan seperti itu, mana mungkin posisi lumbung padi nasional
dapat dipertahankan. Kalau toh bertahan, kemungkinan besar hasil panen akan
terus menurun.
Semestinya
hal itu tidak boleh terjadi mengingat Jabar merupakan lumbung padi nasional.
Bagaimana mungkin provinsi yang dijadikan lumbung padi nasional tetapi kondisi
bendung dan pintu airnya masih seperti itu. Semoga saja kondisi serupa tidak
terjadi di provinsi lain.
Kondisi itu memang benar-benar menyedihkan. Padahal, masyarakat
sangat membutuhkan berfungsinya secara optimal setiap bendung yang ada. Para
petani kita pasti mendambakan seluruh daerah irigasi yang ada terairi dengan
baik. Untuk itu, semua konjar harus dalam kondisi baik agar air mengalir sampai
jauh. Pintu-pintu air yang ada diharapkan berfungsi untuk mengatur distribusi
air.
Selain
itu, peran para petugas lapangan di setiap sub-unit pelayanan (SUP) amat
membantu semua itu. Kondisi itu akan menaikkan intensitas tanam yang secara
otomatis akan menaikan nilai tukar petani (NTP). Akhirnya, jika itu yang
terjadi, kesejahteraan petani akan meningkat.
Jawa
Barat sudah memiliki Peraturan Daerah (perda) Nomor 4 Tahun 2012 Tentang
Kemandirian Pangan Daerah. Jangan sampai penegakan perda tersebut hanya
ditunjang dengan gedebong pisang.
Sumber
daya alam Jawa Barat memang cukup melimpah. Provinsi ini pada tahun 2006
memiliki lahan sawah beririgasi teknis seluas 380.996 ha, sementara sawah
beririgasi setengah teknis 116,443 ha, dan sawah ber irigasi non-teknis seluas
428.461 ha. Total saluran irigasi di Jawa Barat sepanjang 9.488.623 km.
Sawah-sawah inilah yang pada 2006 menghasilkan 9.418.882 ton padi, terdiri atas
9,103.800 ton padi sawah dan 315.082 ton padi ladang.
Wajar
rasanya jika kita memperhatikan nasib masyarakat petani yang benar-benar
membutuhkan air. Sejatinya pintu air amat berguna untuk menjaga ketinggian
permukaan air sehingga dapat terbagi dengan lebih lancar. Apalagi air amat
dibutuhkan untuk sawah-sawah. Bisa dibayangkan jika kondisi sawah-sawah kita
tidak cukup air.
Tidak
bisa dibayangkan bagaimana di provinsi lain. Padahal, Jabar adalah provinsi
yang menjadi juara nasional di bidang operasi dan pemeliharaan (OP) irigasi.
Ini cermin buruk pengelolaan sumberdaya air kita. Ini PR serius untuk Pemprov
Jabar. Masa sih di provinsi yang menjadi lumbung padi nasional palang pintu
airnya masih ada yang terbuat dari gedebong pisang dan tanpa ulir pengatur?
Mari
kita perbaiki pengelolaan sumber daya air kita agar petani kian sejahtera.(Rie/Red)