Caption : Anggota Bapemperda DPRD Jabar, Yunandar Rukhiadi Eka Perwira
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,-- DPRD Jabar melalui Badan
Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) menerima Rancangan Peraturan Daerah (Raperda)
satu di antaranya tentang Omnibus Law.
Anggota Bapemperda DPRD Jabar, Yunandar Rukhiadi Eka Perwira
mengungkapkan, Raperda tersebut menjadi yang pertama kali masuk dalam usulan
Raperda layaknya UU Cipta Kerja (Ciptaker). Namun, Ciptaker berbentuk UU
sedangkan Raperda Omnibus Law berisi dari berbagai macam Perda yang lain atau
lintas sektoral.
"Tujuannya untuk mempermudah investasi, berusaha, dan
meningkatkan kapasitas UMKM. Jika kami baca dari draft Raperda yang sudah
ada," ungkap Yunandar kepada media di Bandung, Rabu (25/8/2021).
Lebih lanjut dikatakan politisin dari PDIP ini,dalam draf
Raperda tersebut terdapat 46 Perda yang akan disederhanakan meskipun Raperda
tersebut belum masuk dalam Program Pembentukan Peraturan Daerah (Propemperda),
baik yang Perda lama maupun baru. Sehingga, apabila ditinjau dari strukturnya,
Raperda tersebut mirip dengan UU Ciptaker dari Pemerintah Pusat.
"Jadi Perda asli tetap ada tapi ditambakan ketentuan
baru di Raperda Omnibus Law. Menurut Biro Hukum Pemprov Jabar sesuai dengan UU
Ciptaker," ujarnya.
Menurutnya jika UU Ciptaker langsung mengacu pada UUD 1945
tetapi Perda tersebut harus mengacu pada UU, PP, Perpres, bahkan terkadang
mengacu pada Permen. Sehingga, banyak sekali penelaahan secara yudisial
terhadap Raperda tersebut.
"Itulah kemudian yang menyebabkan kesulitan dalam
pembuatan Naskah Akademik (NA). Bayangkan satu Raperda saja NA bisa satu tahun,
ini 46 Perda," jelas sekretaris Fraksi PDIP DPRD Provinsi Jabar ini seraya
menambahkan draf Raperda Omnibus Law harus dilihat dengan teliti dan hati-hati
meskipun bertujuan inovasi kemudahan regulasi.
Pasalnya, UU Ciptaker bermuara pada Perizinan Berusaha
Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS), sehingga
sistem perizinan mudah, cepat, dan sederhana. Sedangkan, Raperda tersebut tidak
memiliki muara karena tidak membuat sebuah sistem perizinan yang lain atau
tetap mengacu pada OSS.
"Jadi ketika kami melihat tujuannya untuk mempermudah
investasi, sebenarnya itu adalah urusan Pemerintah Pusat. Karena kewenangan
daerah sudah ditarik ke Pusat soal perizinan ini," papar wakil rakyat daerah pemilihan(dapil) Jabar 1 meliputi Kota Bandung dan Cimahi ini.
Menurutnya, Pemprov hanya bisa melakukan pemetaan seperti
membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detil Tata Ruang (RDTR)
untuk mempermudah investasi. Misalkan, izin lokasi usaha akan mengacu langsung
secara daring kepada RTRW dan RDTR tersebut,pungkas Sekretaris Komisi II DPRD Provinsi
Jabar ini.(Rie/Red)