JAKARTA.LENTERAJABAR.COM,--Pandemi Covid-19 memang terbukti mengakibatkan sejumlah sektor industri di Indonesia lumpuh. Namun situasi yang berat tidak dihadapi oleh industri perkebunan kelapa sawit, justru industri ini tetap hadir sebagai komoditas andalan yang mendorong bangkitnya perekonomian nasional. Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Eddy Martono mengatakan, di tengah pandemi, industri kelapa sawit berperan menjaga agar neraca perdagangan RI tetap positif. Tahun 2020, neraca perdagangan RI tercatat surplus US$21,7 miliar atau meningkat dibandingkan tahun 2019 yang sebesar US$20,2 miliar, sementara devisa dari sawit mencapai US$22,97 miliar. “Bagaimana kalau tidak ada sawit?,” ujar Eddy dalam Webinar Nasional bertema “Peran dan Strategi Komoditas Sawit dalam Mendukun Percepatan Pemulihan Ekonomi Nasional” yang diselenggarakan Warta Ekonomi pada Rabu (18/8/2021).
Disampaikan Eddy, selama pandemi Covid-19 setelah Mei 2020, kontribusi sawit terhadap nilai ekspor nasional meningkat dari 11 – 13 persen menjadi 17 – 18 persen. Tidak hanya itu, sawit juga berperan dalam penyerapan tenaga kerja di hulu hingga hilir, sumber bahan baku biofuel, bahkan pendukung program kesehatan. Minyak sawit tidak hanya digunakan perusahaan-perusahaan lokal, tetapi juga perusahaan multinasional seperti Coca Cola, Kraft, P&G, Nestle, dan lainnya. “Walaupun sawit itu dihajar kanan kiri, ternyata mereka juga tidak bisa lepas dari sawit. Jadi artinya, mereka benci, tapi rindu. Mereka tidak bisa meninggalkan sawit,” kata Eddy.
Ketua Umum DPP Asosiasi
Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO), Gulat Manurung menjelaskan bahwa petani
sawit tersebar dari Sabang sampai Merauke. “Ini yang mengatakan bahwa sawit itu
adalah pemersatu bangsa,” tegas Gulat. Di tengah pandemi Covid-19, dikatakan
Gulat, kondisi ekonomi petani sawit pada 11 provinsi perwakilan APKASINDO di
Indonesia sangat baik, khususnya selama dua bulan terakhir. Kondisi ini terjadi
karena harga tandan buah segar (TBS) sawit berada di atas level Rp2.500 per kg.
“Dengan cara mendampingi petani sawitlah, kami bisa ikut mempercepat pemulihan
ekonomi Indonesia. Kami menyadari bahwa kelapa sawit sangat memberikan bantuan
secara ekonomi kepada negara, multiplier effect, aspek ekologi, dan aspek sosial.
Kami juga telah membuktikan bahwa petani kelapa sawit Indonesia adalah kelompok
tani yang masuk kepada kategori sustainable,” ungkap Gulat.
Ketua Umum Asosiasi Produsen
Biofuels Indonesia (APROBI), MP Tumanggor menjelaskan, terdapat dua hal yang mendorong
Indonesia untuk menggunakan B30 sebagai sumber energi terbarukan yakni
kewajiban menurunkan pemanasan global dan menurunkan impor solar. Tidak hanya
sebagai sumber energi terbarukan, penggunaan biofuel di Indonesia juga berperan
menciptakan lapangan kerja dan menjaga stabilisasi harga sawit. “Setiap
kenaikan penggunaan B10, B15, B20, B30 (saat ini), itu selalu meningkatkan
harga sawit. Di beberapa daerah, harga TBS sudah mencapai Rp2.600 per kg,”
ungkap Tumanggor.
Dalam kesempatan yang
sama, Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo mengatakan bahwa sawit merupakan
komoditi yang bisa memberikan dukungan secara konkrit terhadap aspek ekonomi,
sosial, dan juga ekologi. Tidak hanya itu, disampaikan Firman, Indonesia
merupakan satu-satunya negara yang mempunyai bahan baku sumber energi
terbarukan dari sektor perkebunan. “Namun kita belum punya regulasinya. Nah,
regulasi ini yang perlu kita buat untuk melindungi sektor perkebunan. Mungkin tidak
hanya sawit saja, tapi ada beberapa komoditi lainnya yang bisa kita rangkum
disitu,” ungkap Firman.**