Caption : Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. Edwin Senjaya S.E., M.M., menghadiri halalbihalal warga Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul, Jumat (20/5/2022).Jaja /Humpro.
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,- Wakil Ketua DPRD Kota Bandung Dr. Edwin Senjaya, S.E., M.M., menghadiri halalbihalal warga Kelurahan Kujangsari, Kecamatan Bandung Kidul, Jumat (20/5/2022).
Bagi Edwin, halalbihalal ini diharapkan menjadi silaturahmi yang memetik hikmah agar bisa bermanfaat dalam sisa hidup.
Dalam tausiah itu, Edwin mengangkat tema pentingnya menyambung hikmah yang diperoleh selama Ramadan. Umat Muslim tentu patut bersyukur diberi kesempatan bertemuuRamadan, sekaligus menuntaskan ibadah puasa.
“Tetapi selepas Ramadan bukan berarti berakhir segala-galanya. Karena tidak sedikit umat Islam yang tertipu oleh Ramadan. Bukan Ramadan yang menipu, tetapi kitanya yang tertipu. Kenapa kita tertipu? Karena puasanya hanya sekadar menggugurkan kewajiban,” tuturnya.
Ia menjelaskan, bukti bahwa umat Islam tertipu karena jejak kekhusyuan memuliakan Ramadan seringkali terhenti pada keberhasilan menahan makan dan minum di siang hari.
“Apa buktinya? Di negeri yang kita cintai ini, banyak kejahatan atau perilaku korupsi yang ditampakkan masyarakat Indonesia. Tiap hari ada tidak yang buang sampah sembarangan? Ada yang melakukan penipuan? Perampokan? Korupsi? Pemimpin ingkar janji ada? Padahal bisa kita pastikan orang-orang ini mayoritas Muslim. Setiap tahun mereka berjumpa Ramadan, setiap tahun berpuasa. Artinya mereka ini banyak yang tertipu. Bukan Ramadan yang menipu, tetapi kitanya yang tertipu,” ujarnya.
Edwin menganalogikan kesuksesan Muslim bertakwa di masa Ramadan dengan dengan perbandingan metamorfosis ular dengan ulat.
“Seseueurna puasa oray (kebanyakan puasa ular), bukan puasa hileud (ulat). Ular berpuasa. Sekali waktu ia ingin memanjangkan usianya berganti kulit, diam di satu tempat, tidak makan minum sekian lama. Sampai akhirnya sel tubuhnya berubah melepaskan kulit lama dan menumbuhkan kulit baru. Berubah sifat dan karakternya? Tetap oray. Namanya berubah? Tetap oray. Cara makannya sama. Jadi dia berpuasa sama sekali tidak mengubah apapun pada dirinya,” tuturnya.
Lalu ia membandingkannya dengan ulat. Ketika ulat banyak dianggap menjijikan, menakutkan, merusak karena dianggap hama. Jika makan, ulat tergolong rakus, padi rusak, tanaman habis.
Sekali waktu ulat menemui masa untuk berubah, ulat harus berpuasa di dalam wadah bernama kepompong. Sel tubuh ulat lalu bermetamorfosis.
“Setelah berpuasa berubah bentuknya? Jadi kupu-kupu. Sifat karakternya berubah jadi kupu-kupu. Namanya berubah. Cara makannya berubah. Yang tadinya merusak, dia terbang hinggap ke tempat lain, dari bunga ke bunga, cari yang baik-baik, dan menyerbukinya sehingga bunganya lebih subur. Seharusnya kita puasanya seperti ulat yang berubah menjadi kupu-kupu,” ujar Edwin.
Pada dasarnya, ia melanjutkan, puasa mengubah diri manusia dari sifat buruk menjadi lebih baik. Dengan begitu, misi utamanya yakni menjadi orang yang bertakwa.
“Ramadan yang punya Allah. Kalau kita tidak lulus yang salah diri kita. Jadi tujuan ultimate goal-nya menjadi orang yang bertakwa. Kalau ada jargon, motto, takwanya tambah, karena makom yang paling tinggi dalam beriman dan ber-Islam adalah takwa,” tuturnya.
Edwin menambahkan, prinsip ketakwaan ini sering ditinggalkan. Banyak orang bicara takwa tetapi esensinya ditinggalkan.
“Jadikan setiap profesi yang kita jalani dengan takwa sebagai jalan dakwah, jalan syiar.
Yuk kita mewujudkan Indonesia sebagai negeri yang beriman dan bertakwa. Siap bertakwa kepada Allah Subhaanahu Wataalaa,” ujar Edwin.*