Notification

×

Iklan

Iklan

Belanda Harus Diadili Karena Kejahatan Perang dan Wajib Kembalikan 4,5 M Gulden ke Indonesia

Sabtu, 17 Juni 2023 | 17:04 WIB Last Updated 2023-06-18T10:02:53Z

Caption : Sekjen Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia, Furqan AMC

BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,- Sekjen Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia, Furqan AMC merespon pernyataan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte (14/6) yang menyatakan Belanda sepenuhnya dan tanpa syarat mengakui kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

"Kita perlu apresiasi pengakuan tersebut sebagai langkah maju. Namun tidak akan ada artinya jika kejahatan perang Belanda yang melakukan agresi militer terhadap negara berdaulat Indonesia tidak diadili. Selain itu, Belanda juga harus mengembalikan 4,5 miliar Gulden kepada Indonesia, uang tebusan yang dipaksakan oleh Belanda kepada delegasi Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) sebagai syarat pengakuan kedaulatan Indonesia," ungkap Furqan AMC, Sekjen GSC Indonesia.

Lebih lanjut Furqan menjelaskan, "Sungguh irasional Indonesia korban agresi militer Belanda, dipaksa bayar biaya agresi yang dilakukan Belanda kepada Indonesia sebesar 4,5 miliar gulden. Angka itu bahkan lebih besar dari bantuan marshal plan yang diterima Belanda pasca perang dunia kedua sebesar 3,5 miliar Gulden."

"Malangnya, pemerintah Indonesia mau pula membayarnya dan baru lunas tahun 2003 pada masa pemerintahan Megawati. Pada tahun 1956 Soekarno sempat mogok bayar (sisanya 650 juta Gulden) walau sudah mencicil 82% sebelumnya," jelas Furqan.


Caption :  Salah satu kegiatan Geostrategy Study Club (GSC) Indonesia.

Menurut Furqan, tidak hanya dipaksa bayar tebusan 4,5 miliar gulden, Belanda memaksa Indonesia melalui KMB untuk mempertahankan keberadaan perusahaan-perusahaan asing yang terdapat di Indonesia dan memaksa Indonesia mematuhi ketentuan IMF dalam mengelola perekonomian Indonesia.

"Revolusi Indonesia ditelikung dengan telanjang" tegas Furqan.

"Perundingan KMB yang digagas Belanda sesungguhnya adalah perangkap. Pun begitu dengan perundingan-perundingan sebelumnya, perundingan Linggarjati (11-15 November 1946), perundingan Renville (8 Des 1947 - 17 Jan 1948) dan perundingan Roem-Royen (14 April - 19 Mei 1949)," jelas Furqan lebih lanjut.

"Sejatinya perundingan-perundingan dengan maling di rumah sendiri tersebut telah ditentang oleh 141 organisasi politik dan laskar pejuang, termasuk beberapa partai politik yang berhimpun dalam Persatuan Perjuangan yang mengumandangkan tuntutan merdeka 100%," tegas Furqan.

"Beginilah nasib jalannya revolusi bila dipimpin kelompok kompromistis dan kolaborator" ungkap Furqan.

Untuk diketahui 4,5 miliar gulden saat itu setara Rp504 triliun. Bahkan Jeffry Pondaag, ketua Komite Utang Kehormatan Belanda menghitung bunganya mencapai Rp.1.913 triliun.(Red/Ril)


×
Berita Terbaru Update