Caption : Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, A. Koswara di kolong fly over Pasupati pada Senin, 3 Februari 2025.
BANDUNG.LENTERAJABAR.COM,- Penjabat (Pj) Wali Kota Bandung, A. Koswara mengungkapkan, penanganan masalah kemacetan di Kota Bandung perlu berkolaborasi dengan program Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi.
"Penanganan kemacetannya harus dilihat dalam area metropolitan Bandung Raya, konsepnya ini gabungan antara program Pemerintah Pusat, kemudian provinsi, dan kabupaten/kota," ungkap Koswara di kolong fly over Pasupati pada Senin, 3 Februari 2025.
Koswara menjelaskan, angkutan dalam kota harus ada angkutan masal yang terintegrasi antara titik awal, tengah, hingga akhir agar berfungsi secara optimal. Harus ada penghubung antara angkutan masal satu dengan yang lainnya, supaya masyarakat bisa lebih mudah bermanuver dari satu titik ke titk lainnya.
"Sekarang sudah ada komuter, antara Rancaekek sampai ke Padalarang, dan itu angkutan masal yang existing. Artinya sudah ada transportasi perkotaan yang sudah modern di Kota Bandung. Tinggal feeder komuter ini harus ada, termasuk Metro Jabar Trans, itu juga nanti harus ada feedernya," jelas Koswara.
Selain angkutan masal, Koswara mengatakan, untuk mengatasi kemacetan di Kota Bandung akan ada proyek BIUTR (Bandung Intra Urban Toll Road) atau tol dalam kota. Pembangunan tol ini akan dimulai kira-kira di tahun 2027.
Angkutan masal dan tol dalam kota yang diintegrasi akan mengurangi kemacetan parah yang ada di Kota Bandung.
Lahan Kritis
Selain kemacetan, Koswara menyinggung isu lahan kritis. Lahan kritis merupakan area yang telah mengalami degradasi secara fisik, kimia, atau biologi, sehingga kehilangan fungsinya secara optimal.
Koswara mengungkapkan, lahan kritis di Kota Bandung terletak di Kawasan Bandung Utara (KBU). KBU memiliki fungsi ekologis yang sangat penting, untuk mengendalikan air hujan dan air tanah, mencegah longsor, dan sebagai paru-paru Kota Bandung.
Lahan kritis utamanya disebabkan oleh alih fungsi Ruang Terbuka Hijau (RTH) menjadi lahan pemukiman atau pertanian tanpa adanya izin dari pemerintah.
"Kalau yang ada izinnya pasti sudah terkendali, kalau yang ada izinnya biasanya ada komposisi berapa ruang hijaunya, harus nyimpan tanamannya dimana untuk pengendali banjir, ataupun harus ada sumber resapan," tutur Koswara.
Program Pemerintah Kota Bandung untuk menangani isu lahan kritis adalah Konservasi Bandung Berkelanjutan, yaitu menanam pohon dan membangun kolam retensi.
"Sudah ada tiga kali kita menanam, bulan November, Desember, dan Januari. Saya minta itu jangan jadi simbol, tapi jadi gerakan terus menerus," ujar Koswara. (rie/red)